Sulami (35) terbaring kaku di atas tempat tidurnya di kediamannya di desa Selorejo Wetan, RT 31, Desa Mojokerto, Kedawung, Sragen, Jawa Tengah, 18 Januari 2017. Hingga saat ini, penyakit yang di derita oleh Sulami masih belum dapat dipastikan pasti penyebabnya. [Bram Selo Agung/Tempo]
TEMPO.CO, Jakarta - Sulami menjalani kehidupannya dengan tubuh kaku tanpa bisa bergerak yang dikenal sebagai penyakit punggung kayu, lebih banyak aktivitasnya dihabiskan di kasur. Tubuhnya hanya bisa lurus tanpa bisa ditekuk untuk membungkuk maupun duduk. "Penyakit ini mulai dirasakan sejak masih di Sekolah Dasar," kata Sulami, Jumat 20 Januari 2017.
Untuk bisa berdiri, dia harus diangkat dan diturunkan dalam posisi berdiri. Sebenarnya, dia masih bisa sedikit berjalan dengan bantuan tongkat. Namun, luka di kaki mengganggu aktivitasnya itu. Kondisi itu membuat warga Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung, Sragen itu lebih banyak berdiam di kamar.
Dari keterangan dokter yang diperolehnya, Sulami mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya berupa pengapuran sendi dan tulang. Penyakit itu membuat semua tulang dan sendinya menyatu sehingga tidak bisa ditekuk.
Beruntung, Sulami masih memiliki nenek angkat yang telaten merawatnya. Nenek tua yang sudah renta itu harus menemani cucunya sepanjang hari. "Membantu membalik tubuh saat capek dan menyuapi," kata sang nenek, Ginem.
Untuk makan sehari-hari, Sulami dan Ginem mengandalkan beras bantuan dari pemerintah. Kerabat serta para tetangga terkadang juga memberikan lauk untuk makan mereka berdua.
Selama ini, keluarga itu memang hidup di bawah garis kemiskinan. Rumah yang mereka huni cukup memprihatinkan, sebagian besar terbuat dari tripleks dan anyaman bambu.
Nyaris tidak ada perabot di rumah kecil itu. Barang elektronik yang terlihat adalah kipas angin dan sebuah radio tua, termasuk lampu model LED yang digunakan di kamar tidur Sulami. "Dikasih orang, katanya listriknya lebih irit," kata Ginem menjelaskan tentang lampu itu.