Agus Hermanto (kiri) berbincang dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh, seusai mengikuti rapat kerja dengan Komisi X dalam waktu masa reses DPR, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, 7-8, 2012. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agus Hermanto menyampaikan bahwa DPR akan meminta keterangan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara perihal Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN. Langkah ini diambil menyusul isi peraturan pemerintah yang diprotes sejumlah politisi Senayan itu.
"Sudah saya sampaikan, diharap bisa melakukan rapat kerja dengan Kementerian BUMN untuk membicarakan masalah ini," ujar Agus saat dicegat di Istana Kepresidenan, Rabu, 18 Januari 2017.
Sebagaimana diberitakan, PP 72/2016 dikritisi karena melonggarkan tata cara penyertaan modal negara maupun pengalihan kekayaan negara pada BUMN. Apabila sebelumnya kedua hal itu harus dilakukan melalui persetujuan DPR, PP baru ini tidak menyebutkannya.
Menurut sejumlah politisi di DPR, hal itu berpotensi menimbulkan masalah karena seharusnya penyertaan modal atau pengalihan kekayaan dilakukan tanpa sepengathuan DPR. Padahal, menurut mereka, peran pengawasan oleh DPR itu sudah ditegaskan di UU Perbendaharaan Negara.
Adapun salah satu pasal yang kontroversial pada PP itu adalah pasal 2A. Pasal 2A menyebutkan bahwa penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Agus melanjutkan bahwa rapat yang akan digelar itu lebih bertujuan untuk memperjelas posisi PP 72/2016. Dengan begitu, bisa didapati apakah PP berbenturan dengan UU lain seperti UU Perbendaharaan Negara atau tidak.
"Keluarnya PP tersebut tidak boleh berbenturan dengan praturan yang ada. Sekali lagi, hal ini sedang kami urus," ujarnya.