Blokir Situs Online Dianggap Bukan Solusi Cegah Hoax

Reporter

Editor

Pruwanto

Sabtu, 14 Januari 2017 18:22 WIB

Ilustrasi anti-hoax

TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis dari Purple Code, Dhyta Caturani, menyatakan memblokir situs-situs online bukan cara yang tepat untuk mencegah penyebaran berita bohong atau hoax. "Satu diblokir bisa dibuat lagi," kata Dhyta di sela-sela acara Kelas Muda Demokrasi Digital di Jakarta, Sabtu, 14 Januari 2017.

Dhyta menyarankan pemerintah dan semua pihak memberikan literasi kepada masyarakat. Alasannya, hoax tersebar tak hanya melalui media sosial atau dunia maya. Pemblokiran justru dianggap akan menjadi kebiasaan buruk. Sebab, kata dia, ke depan tak menutup kemungkinan situs yang dianggap merugikan pemerintah atau pihak tertentu diblokir. "Jadi tidak akan selesai-selesai," ujarnya.

Dhyta lebih memilih menurunkan isi atau konten situs daripada menutup situs tertentu. Ada tiga syarat yang dianggap layak diturunkan, yakni apakah konten itu mendorong aksi kejahatan atau kekerasan, apakah ada kemungkinan atau potensi yang tinggi munculnya kekerasan dari suatu unggahan, atau adanya ekspresi langsung akan terjadinya kekerasan. "Contohnya seperti, besok kita serang dia," Dhyta mencontohkan.

Pemerintah sebelumnya berencana menertibkan situs-situs yang dianggap menyebarkan berita bohong. Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah menyiapkan tim untuk mencari portal-portal berita liar tersebut. Data dari Dewan Pers, ada sekitar 40 ribu portal berita.

Ke depan, pihak yang ingin membuat portal berita diminta mengurus persyaratan layaknya perusahaan media lain. Pemerintah melalui Kementerian Kominfo memblokir sebelas situs yang bertemakan keislaman. Blokir dilakukan pada akhir Desember 2016.

Dhyta menganggap sulit memulihkan nama baik bagi pihak yang dirugikan atas munculnya hoax. Apalagi mekanisme ini dianggap menentang kehadiran Pasal 27 tentang Pencemaran Nama Baik di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. "Ini kan pasal antidemokrasi," katanya.

Dari pengamatan Dhyta, pihak-pihak yang ingin memulihkan nama baik umumnya tidak merasa dirugikan dengan penyebaran hoax. Menurut dia, mayoritas (50 persen) kasus terkait dengan pencemaran nama baik sering dipakai penguasa. "Kebanyakan korbannya ialah warga biasa," tuturnya. Karena itu, ia memandang pemulihan nama baik tidak tepat.

ADITYA BUDIMAN

Berita terkait

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

1 hari lalu

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.

Baca Selengkapnya

Marselino Ferdinan Dihujat Netizen Usai Timnas Indonesia U-23 Kalah Lawan Irak di Piala Asia U-23 2024

3 hari lalu

Marselino Ferdinan Dihujat Netizen Usai Timnas Indonesia U-23 Kalah Lawan Irak di Piala Asia U-23 2024

Marselino Ferdinan menjadi sorotan di media sosial usai timnas Indonesia u-23 dikalahkan Irak 1-2 di perebutan peringkat ketiga Piala Asia U-23 2024.

Baca Selengkapnya

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

4 hari lalu

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

Selama tujuh tahun terakhir, AMSI telah melahirkan sejumlah inovasi untuk membangun ekosistem media digital yang sehat dan berkualitas di Indonesia.

Baca Selengkapnya

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

4 hari lalu

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

AJI menilai kedua acara ini jadi momentum awal bagi jurnalis di Indonesia dan regional untuk mempererat solidaritas.

Baca Selengkapnya

Rayakan Hari Pendidikan Nasional Lewat 35 Link Twibbon Ini

5 hari lalu

Rayakan Hari Pendidikan Nasional Lewat 35 Link Twibbon Ini

35 Twibbon Hari Pendidikan Nasional, silakan download dan upload untuk merayakannya.

Baca Selengkapnya

Semarakkan Hari Buruh Internasional dengan 30 Link Twibbon Ini

6 hari lalu

Semarakkan Hari Buruh Internasional dengan 30 Link Twibbon Ini

Twibbon dapat digunakan untuk turut menyemarakkan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2024. Silakan unggah dan tayang.

Baca Selengkapnya

Seperti di Amerika, TikTok Bisa Dibatasi di Indonesia Jika Melanggar Kebijakan Ini

6 hari lalu

Seperti di Amerika, TikTok Bisa Dibatasi di Indonesia Jika Melanggar Kebijakan Ini

Kominfo mengaku telah mengatur regulasi terkait pelanggaran data pribadi oleh penyelenggara elektronik seperti TikTok.

Baca Selengkapnya

Anandira Puspita akan Jalani Sidang Perdana Praperadilan di PN Denpasar pada 6 Mei 2024

10 hari lalu

Anandira Puspita akan Jalani Sidang Perdana Praperadilan di PN Denpasar pada 6 Mei 2024

Anandira Puspita, akan menjalani sidang praperadilan perdana di Pengadilan Negeri atau PN Denpasar, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Cara Cek Kelulusan Hingga Jadwal Seleksi Tes online Rekrutmen Bersama BUMN

10 hari lalu

Cara Cek Kelulusan Hingga Jadwal Seleksi Tes online Rekrutmen Bersama BUMN

Ini yang harus diperhatikan dan dipantau saat ikut rekrutmen bersama BUMN.

Baca Selengkapnya

Kapan Waktunya Anak Diberi Akses Internet Sendiri? Simak Penjelasan Psikolog

11 hari lalu

Kapan Waktunya Anak Diberi Akses Internet Sendiri? Simak Penjelasan Psikolog

Psikolog memberi saran pada orang tua kapan sebaiknya boleh memberi akses internet sendiri pada anak.

Baca Selengkapnya