Kepedulian Dianne Dhamayanti, dari Jababeka sampai Dunia
Jumat, 23 Desember 2016 14:50 WIB
INFO NASIONAL - Memperingati Hari Ibu setiap tanggal 22 Desember menjadi kesempatan bagi Jababeka & Co mengenalkan seorang sosok ibu yang punya peran besar, tidak hanya bagi keluarganya, tapi juga bagi orang lain. Adalah seorang Dianne Dhamayanti, yang dikenalkan dalam forum Leaders Dialogue bertema "Jababeka Peduli Corporate Social Responbility" di President Executive Club Kota Jababeka.
Pemilik Jababeka & Co S.D. Darmono mengatakan, melalui program corporate social responsibility, Jababeka & Co mengajak Dianne bergabung menjadi advisor. Dianne menjadi pilihan yang tepat karena perempuan ini sangat peduli terhadap permasalahan sosial, dan kegiatannya telah menjadi perhatian dunia, khususnya UNESCO.
Kesempatan ini menjadi penghargaan bagi Dianne. Padahal awalnya, menurut Dianne, dirinya bukan siapa-siapa. Hanya seorang pedagang pakaian di Pasar Cikarang yang barang-barangnya habis dijarah perusuh pada Mei 1998. Kendati demikian, dia tidak larut dalam kesedihan. Musibah itu mendorongnya membuka lembaga pendidikan buat anak-anak kurang mampu dan tidak sekolah yang kerap berkumpul di sebelah tokonya.
Dianne membentuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Modeslavidi. Tempat ini mengajarkan anak-anak belajar membaca dan berhitung, dari PAUD, TK sampai SD. Di ruang belajar ini juga disediakan pendidikan kesetaraan untuk Paket A, B, dan C.
“Saya tidak mempunyai pendidikan guru, tapi dengan perasaan saya sebagai seorang ibu dalam merawat anak-anak, semua itu saya jadikan pengalaman untuk mengajar,” ujar ibu dari salah satu putri yang lulus kuliah S-2 di Jerman dan memiliki kemampuan tujuh bahasa itu.
Tidak hanya peduli pada dunia pendidikan. Dianne memberikan keterampilan kerajinan tangan, seperti tas dan tempat tisu dari barang bekas, kepada para ibu di sekitar Cikarang. Aksi pemberdayaan perempuan ini kemudian dilirik UNESCO.
Organisasi dunia di bidang ini mengajaknya berbagi ilmu ke seluruh penjuru negeri. UNESCO memberi kontrak bagi Dianne untuk membagi pengalamannya di Timor Leste, Singapura, Malaysia, Thailand, Korea, dan Cina. Bagi Dianne, perjalanannya ke Kalimantan, Nunukan, adalah pengalaman berharga.
“Saat itu Kementerian Pendidikan meminta saya mengajar di Nunukan. Ada 7.000 kepala keluarga yang saya kumpulkan dan saya ajak menyanyikan lagu Indonesia Raya. Saya sungguh sedih, karena mereka tidak tahu lagu itu. Kemudian liriknya saya tulis di kertas dan dibagikan. Ternyata mereka tidak bisa membaca,” tutur Dianne.
Akhirnya, Dianne membacakan setiap lirik lagu agar diikuti. Setelah mulai hafal, Dianne mengenalkan lagu Halo-Halo Bandung dan Pusaka Indonesia.
Dengan seluruh aktivitas itu, Dianne mengaku bahwa memberdayakan masyarakat tidak bisa dilakukan sendiri. Dianne datang menemui S.D. Darmono untuk bersama-sama mewujudkan mimpi tersebut melalui Program Jababeka Peduli.
Kini sudah ada 13 Desa Binaan di Jababeka Cikarang. Di tempat ini Dianne juga mengembangkan program Desa Literasi dan Vokasi melalui Taman Baca Masyarakat (TBM) agar anak-anak mau membaca.
“Selain itu, saya akan menggerakkan masyarakat untuk membuat home industry,” tuturnya. (*)