INVESTIGASI: Mendulang Duit dari Mahasiswa Kedokteran
Editor
Stefanus Teguh Edi Pramono
Rabu, 21 Desember 2016 07:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Bambang Supriyatno mengakui kondisi pendidikan kedokteran di negeri ini masih jauh dari sempurna. Menurut dia, banyak kampus masih perlu berbenah terkait dengan pendidikan kedokteran. Salah satunya, terkait dengan pemenuhan standar rasio 1:10. "Artinya, satu dosen untuk 10 calon dokter," kata Bambang kepada Tempo awal November lalu.
Mengacu pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, banyak kampus masih belum memenuhi standar rasio 1:10. Menurut Bambang, salah satu penyebabnya adalah kampus cenderung menerima mahasiswa kedokteran baru dalam jumlah banyak.
Salah satunya adalah Universitas Abulyatama, Banda Aceh. Tempo mendapatkan salinan laporan kunjungan tim evaluasi Kementerian Pendidikan Tinggi pada 24 Agustus 2015. Laporan tersebut salah satunya menyoroti banyaknya calon dokter baru yang diterima kampus tersebut. Pada 2014, misalnya, ada 127 mahasiswa kedokteran anyar. Setahun sebelumnya, tercatat 199 mahasiswa calon dokter baru.
Menurut seorang anggota tim evaluasi, Abulyatama seharusnya hanya boleh menerima 50 mahasiswa. Ini sesuai dengan akreditasi C yang disandang Abulyatama untuk pendidikan kedokteran.
"Untuk akreditasi C, maksimal menerima 100 mahasiswa baru. Itu pun tergantung tingkat kelulusan uji kompetensi calon dokternya. Kalau tingkat kelulusannya 90-100 persen, boleh menerima 100 mahasiswa baru," ujarnya.
Rektor Universitas Abulyatama, R. Agung Efriyo Hadi, enggan berkomentar banyak soal temuan tim Kementerian Pendidikan Tinggi. “Ya pada prinsipnya, mereka membimbing kami untuk ke arah yang lebih baik. Sudah ya, saya buru-buru mau ke bandara,” ujarnya pada Jumat terakhir, November.
Berikutnya, Kampus Mendulang Duit Besar
<!--more-->
Tak hanya Abulyatama, sejumlah kampus juga melakukan hal serupa. Pendidikan kedokteran di Universitas Cenderawasih (Uncen), Papua, pernah menerima lebih dari 350 mahasiswa baru para 2012. Padahal akreditasinya masih C. “Tahun ini kami hanya menerima 50 mahasiswa,” ujar Dekan Fakultas Kedokteran Tranyanus Yembise.
Mantan Direktur Kelembagaan Kementerian Pendidikan, Hermawan Kresno Dipojono, mengaku pernah menegur Universitas Malahayati karena menerima lebih dari 200 mahasiwa baru. “Padahal mereka maksimal hanya boleh menerima 50 mahasiswa baru,” ujar Hermawan yang menjadi Direktur Kelembagaan pada 2014-2015.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Toni Prasetia dan Ketua Program Studi Kedokteran Dalfian Adnan melalui pernyataan tertulis menyatakan pembatasan kuota berdasarkan hasil uji kompetensi calon dokter itu sudah ditolak oleh semua fakultas kedokteran swasta se-Indonesia. “Karena dianggap menghambat tumbuh kembang fakultas kedokteran swasta.”
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Ilham Oetama Marsis menilai kampus yang menerima mahasiswa melebihi ketentuan kemungkinan besar hanya mengedepankan keuntungan ketimbang pendidikan untuk calon dokter. "Dengan biaya masuk bisa lebih dari Rp 200 juta, kampus bisa mendapat banyak duit. Hitung saja berapa bisa didapat kalau jumlah mahasiswanya lebih dari 100 orang," kata Marsis.
Baca selengkapnya investigasi Majalah Tempo edisi pekan ini.
TIM INVESTIGASI