Datangi Sejumlah Mal di Surabaya, Ini Penjelasan FPI
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Selasa, 20 Desember 2016 11:45 WIB
TEMPO.CO, Surabaya - Front Pembela Islam (DPD FPI) Jawa Timur menyatakan tindakan mendatangi sejumlah pusat perbelanjaan di Surabaya pada Ahad, 18 Desember 2016, merupakan bentuk sosialisasi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela Islam (DPD FPI) Jawa Timur Ali Fahmi mengatakan sosialisasi itu terkait hukum penggunaan atribut keagamaan bagi nonmuslim. Ia mengaku mendatangi delapan mal dan pusat perbelanjaan di Kota Surabaya.
“Isi fatwa itu adalah menggunakan atribut keagamaan nonmuslim adalah haram, dan mengajak atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan nonmuslim adalah haram,” kata Ali, Senin, 19 Desember 2016.
Ali mengklaim delapan mal dan pusat perbelanjaan itu sudah sepakat tidak memaksa karyawannya yang beragama Islam memakai atribut Natal, seperti topi dan pakaian Santa Claus. Delapan mal dan pusat perbelanjaan itu adalah Pasar Atum, Toeng Market, Grand City, Surabaya Plaza, WTC, Tunjungan Plaza, Ciputra World, dan Galaxy Mall. “Makanya jika melanggar, kami akan menempuh jalur hukum,” ucapnya.
Dia mengimbau semua pelaku usaha dan bisnis ikut serta menjalankan dan menaati fatwa MUI. “Kami akan terus memonitor fatwa ini ke depannya,” katanya.
Ali menyampaikan terima kasih kepada pihak kepolisian yang telah mengawal dan memediasi sosialisasi fatwa MUI itu. Menurut dia, sosialisasi itu berjalan damai karena mal dan pusat perbelanjaan menyambut baik.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik serta Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol Linmas) Pemerintah Kota Surabaya Soemarno mengatakan belum ada imbauan secara khusus terkait aksi FPI itu. Namun Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah mengeluarkan surat edaran terkait keamanan dan ketertiban menjelang Natal tahun 2016, malam tahun baru 2017, dan libur panjang. “Surat edaran tertanggal 14 Desember 2016 itu sudah disampaikan kepada semua lapisan masyarakat, termasuk ormas keagamaan,” katanya.
Adapun Ketua Setara Institute, Hendardi, menilai, pengawalan kepolisian terhadap sosialisasi fatwa yang dilakukan Front Pembela Islam di Surabaya, Jawa Timur, adalah intimidasi. Menurut dia, pengawalan tersebut merupakan bentuk ketundukan institusi kepolisian terhadap kelompok vigilante yang beroperasi dengan melawan hukum.
"Seharusnya polisi mencegah dan melarang intimidasi berwajah sosialisasi fatwa," kata Hendardi dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin, 19 Desember 2016. (Baca juga: Setara Institute Kritik Polisi yang Kawal FPI Razia)
MOHAMMAD SYARRAFAH