Anggota Komisi IV Dewan Perwaklian Rakyat (DPR) Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio mendatangi Bareskrim Mabes Polri guna mengklarifikasi pemberitaan soal pengalihan isu Bom Bekasi, 16 Desember 2016. TEMPO/DENIS RIANTIZA
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Amanat Nasional dan anggota Komisi Pertanian, Pangan, Maritim, dan Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, mengklarifikasi tudingan terhadap dia yang menyebutkan pengungkapan kasus bom Bekasi sebagai pengalihan isu kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Eko mengapresiasi kinerja Detasemen Khusus Antiteror yang menangkap sejumlah orang di Bekasi terkait dengan dugaan kasus terorisme. "Justru itu saya perlu membuat klarifikasi," kata Eko ketika memenuhi panggilan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia di Jakarta, Jumat, 16 Desember 2016. "Karena Densus 88 sudah bekerja maksimal berkaitan masalah teror. Perlu kita apresiasi."
Kemarin, Eko dipanggil oleh Badan Reserse Kriminal Polri Markas Besar Polri. Surat panggilan terhadap Eko itu tersebar di media sosial Twitter. Dalam surat panggilan yang tersebar di media sosial itu, Eko dipanggil Badan Reserse atas laporan seseorang bahwa Eko diduga melakukan tindak kejahatan terhadap penguasa umum atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 207 KUHP.
Tak dijelaskan apa latar belakang dari laporan tersebut. Beredar kabar bahwa Eko telah mengunggah pernyataan di media sosial perihal bom Bekasi. Dalam informasi yang beredar, ia diduga melontarkan penyataan bahwa pengungkapan bom di Bekasi adalah pengalihan isu terhadap kasus penistaan agama yang diduga dilakukan calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Eko mengaku tak tahu-menahu berita itu bisa muncul. Ia hanya mengetahui media online tiba-tiba memberitakan dia membuat pernyataan soal pengalihan isu. Eko menambahkan, bukan hanya dia yang dirugikan, tapi juga institusi kepolisian dan PAN. Eko membantah pernah menyatakan kasus terorisme di Bekasi adalah pengalihan isu seperti yang ramai sebagaimana diberitakan media.
Eko, melalui kuasa hukumnya, menyebut adanya tujuh media online yang memberitakan hal itu. "Klien kami tidak pernah diwawancara secara langsung atau secara khusus, baik melalui telepon atau wawancara tatap muka," kata Firman Nurwahyu, kuasa hukum Eko Patrio. "Tidak pernah ada topik sebagaimana yang ada dalam media online tersebut."