Sekitar dua ribu prajuri dari tiga matra TNI dan Polda Metro Jaya mengikuti Istighosah atau doa bersama jelang demonstrasi 2 Desember di Lapangan Satlantas Polda Metro Jaya pada Sabtu, 26 November 2016. Tempo/Avit Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 37 orang yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil hari ini menyampaikan sikap ihwal rencana demonstrasi bela Islam jilid III yang akan digelar pada 2 Desember 2016. Mereka sepakat menolak demonstrasi apabila dilakukan dengan kekerasan dan melanggar hukum.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan seruan sikap dari masyarakat sipil telah digulirkan sebelum aksi bela Islam 4 November lalu. Ia mengatakan seruan kali ini adalah yang kedua kalinya. “Seruan ini adalah bentuk kepedulian para tokoh dan elemen sipil atas gejala melemahnya kualitas demokrasi dan pengingkaran pada kemajemukan,” kata dia di Atlet Century Park Hotel, Jakarta, Senin, 28 November 2016.
Menurut Hendardi,rencana demonstrasi 2 Desember menunjukkan rapuhnya kemajemukan. Akibatnya negara menjadi rentan dieksploitasi untuk tujuan-tujuan yang mengarah pada perpecahan. Misalnya ketika ada pihak-pihak luar yang menunggangi jalannya demo.
Tokoh Pendidikan Henny Supolo mengatakan dampak dari demontrasi 4 November dan yang akan datang pada 2 Desember berpotensi menimbulkan pengabaian terhadap mekanisme demokrasi. “Pada gilirannya akan menghancurkan sebuah bangsa,” kata dia.
Menurut Henny, praktik-praktik demonstrasi yang telah dan akan dilakukan itu adalah dampak dari tidak adanya totalitas para penyelenggara negara dalam menjaga keberagaman. Selain itu akibat para penyelenggara negara yang tidak totalitas menjadikan Pancasila sebagai pedoman dan mematuhi konstitusi.
Dalam seruan ini, hadir beberapa tokoh Hak Asasi Manusia dan pimpinan lembaga seperti Todung Mulya Lubis, Romo Benny Susetyo, Al Araf (Direktur Program Imparsial), hingga Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti. Mereka sepakat menyerukan menolak demonstrasi apabila menimbulkan tindak kriminalitas.