Anggota DPR RI Hetifah Sjaifudin memberikan sambutan dalam acara peluncuran Blue Book 2016, yakni laporan tahunan kerjasama pembangunan Uni Eropa-Indonesia di Hotel Le Meridien, Jakarta pada Rabu 11 Mei 2016. Tempo/Lucky
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu, Hetifah Sjaifudian, mengatakan upaya mewujudkan partisipasi politik terhadap perempuan menjadi agenda utama aktivis perempuan dalam penyusunan RUU tersebut.
Hetifah berharap, agenda itu juga bisa diadopsi menjadi agenda setiap partai politik. “Kita sudah buktikan Indonesia pernah punya presiden perempuan. Perempuan dari segi kemampuan enggak kalah,” kata Hetifah di Jakarta, Senin, 28 November 2016.
Hetifah menilai adanya perempuan dalam politik mampu memberikan informasi dan melindungi kepentingan perempuan. Ia menambahkan, pada RUU Penyelenggara Pemilu, ada aturan untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar memperhatikan 30 persen keterwakilan perempuan.
Menurut Hetifah, keterwakilan perempuan dalam politik tidak hanya dipenuhi pada pencalonan sebagai anggota KPU atau Bawaslu saja. “Yang paling penting juga dalam pencalegan,” ujar politikus Partai Golongan Karya tersebut.
Menurut Hetifah, keterwakilan perempuan dalam politik masih rendah. Ia mencontohkan, pada pilkada 2017, hanya ada 44 perempuan yang ikut, baik sebagai calon kepala daerah maupun wakil. Ia menilai jumlah itu sedikit lantaran pilkada 2017 berlangsung di 101 daerah.
Ada beberapa cara yang mampu mendongkrak partisipasi perempuan dalam politik. Menurut Hetifah, langkah itu harus dimulai dari partai politik. Salah satunya partai terus mendorong tercapainya keterwakilan perempuan dalam politik.
Ia sangsi ketika melihat partai politik hanya menjadikan perempuan sebagai juru kampanye. “Dalam proses rekrutmen caleg dan penetapan nomor urut, perempuan juga harus diperhatikan.”