Pemimpin Redaksi Obor Rakyat Setyardi Budiono (kanan) dan Redaktur Pelaksana Darmawan Sepriyossa mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menjalani sidang perdana pencemaran nama baik atas laporan Joko Widodo, 17 Mei 2016. TEMPO/Larissa
TEMPO.CO, Jakarta - Hinca Panjaitan, pengacara pemimpin redaksi dan penulis tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyosa mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap presiden Joko Widodo.
Menurut mereka, dalam penistaan atau memfitnah, jika yang difitnah merasa sakit hati, maka dalam persyaratan persidangan, pihak yang merasa terhina harus melapor ke persidangan untuk menuntut keadilan. Namun, tak sekalipun presiden yang akrab disapa Jokowi itu hadir.
“Ini yang paling menyentuh keadilan hukum. Orang yang merasa terhina itu harus menghadiri persidangan untuk menuntut keadilannya, sehingga jaksa, hakim dan lawyer tahu rasa sakitnya. Tapi pak Jokowinya tidak hadir,” kata Hinca saat dihubungi Tempo, Rabu, 23 November 2016.
Hinca menuturkan, dalam proses sidang dihadirkan pula saksi ahli, salah satunya pakar hukum pidana yakni Chairul Huda. Menurut Hinca, dalam kesaksiannya Chairul Huda menyatakan, barang siapa yang merasa terhina, kemudian bersidang di pengadilan, tapi ia tidak hadir, maka pihak tersebut secara tidak langsung melepaskan tuntutan keadilannya karena ketidakhadirannya.
“Dua orang itu dianggap menghina seseorang, tapi yang dihina itu nggak pernah hadir. Mananya yang sakit? Itu rasa ketidakadilan yang kami rasakan,” kata Hinca.
Kemarin, Selasa 22 November 2016, pemimpin redaksi dan penulis tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyosa dijatuhi hukuman delapan bulan penjara. Mereka dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Sinung Hermawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas penghinaan kepada presiden Joko Widodo pada saat kampanye pemilihan presiden 2014. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Erwin Indraputra yang menuntut dengan hukuman satu tahun penjara.