Endemik, Mangga Kasturi Direlokasi ke Hutan Kalimantan
Editor
Choirul Aminuddin
Rabu, 23 November 2016 17:19 WIB
TEMPO.CO, Banjarmasin - Pemerintah Kalimantan Selatan melalui Unit Pelaksana Teknis Kebun Raya Banua berencana mengembalikan sedikitnya seribu bibit mangga kasturi ke hutan belantara di lereng Pegunungan Meratus.
Kepala UPT Kebun Raya Banua Agung Sriyono mengatakan mangga kasturi (Mangifera casturi) termasuk buah endemik Kalimantan Selatan yang populasinya berstatus tanaman tropis terancam punah (red list) di belantara hutan. Status punah ini dilansir International Union for Conservation on Nature.
Dalam pelaksanaannya, Agung akan menggandeng Kebun Raya Bogor. Alasan dia, Kebun Raya Bogor lebih dulu mengembangkan bibit kasturi. Agung mengklaim, upaya relokasi kasturi dari kota ke habitat aslinya di hutan tergolong konsep baru demi melestarikan populasinya. “Sekitar seribu koleksi kasturi dikembalikan ke habitat aslinya. Ini khusus tanaman kategori punah,” kata Agung Sriyono kepada Tempo, Rabu, 23 November 2016.
Adapun ia merencanakan relokasi ribuan bibit kasturi ini di bekas taman wisata Tanjung Puri Indah di Kabupaten Tabalong. Selain di Tabalong, Agung sedang menginventarisir tempat lain yang cocok ditanami kasturi, khususnya di lereng Pegunungan Meratus. “Mulai 2017, bibitnya yang dipindah. Kalau pohon yang sudah besar butuh biaya banyak dan risiko kematian tinggi,” kata Agung. “Anggarannya dari pemerintah pusat, Kebun Raya Bogor yang bikin proposal pemindahan dengan dibantu Kebun Raya Banua,” ujarnya.
Asisten II Bidang Pembangunan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan M. Jasran merespons positif kolaborasi Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Banua untuk melestarikan kembali populasi mangga kasturi di habitat asalnya. "Kami siap dukung rencana ini," ujarnya.
Di tempat terpisah, penanggungjawab pelestarian tanaman buah tropis di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan, Achmad Rafieq mengestimasi populasi kasturi menyisakan 5.000-an pohon yang tersebar di sejumlah titik se-Kalimantan Selatan. Menurut dia, masyarakat cenderung enggan memelihara tanaman buah tropis asli Kalimantan yang bernilai ekonomi rendah.
“Pemanfaatannya juga sebatas untuk konsumsi buah segar. Ini membuat harga buah kasturi, kuini, dan mangga asli lainnya menjadi rendah,” ujar Rafieq. Apalagi ciri fisik kasturi memiliki pokok batang besar, tinggi, dan kokoh yang cocok menjadi substitusi kebutuhan bahan bangunan menggantikan ulin dan meranti.
Ia pernah menyurvei terhadap perubahan 26 diversitas dan populasi tanaman kerabat mangga di Kecamatan Telaga Langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Melalui teknik Four Cell Analysis (FCA), Rafieq menemukan fakta populasi mangga kasturi kian melorot di Telaga Langsat.
Kasturi termasuk satu dari 11 spesies kerabat mangga yang jumlahnya menyusut. Sisanya, seperti mangga madu, palipisan, tandui manis, tandui masam, dan asam buluh. “Pada 2010 ada 300 pohon kasturi, tapi turun tinggal 100 pohon pada 2014,” ujar Rafieq.
DIANANTA P. SUMEDI