Dua orang anak bermain air di kawasan kumuh Tanah Merah, Plumpang, Jakarta, Jumat (18/6). Kurangnya sanitasi air dapat meningkatkan risiko kolera, tifoid, disentri, serta diare. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meminta pemerintah daerah serius dalam membenahi infrastruktur sanitasi dan air bersih. Sebab, kualitas air bersih dan kapasitas sanitasi di sejumlah daerah masih rendah.
"Dalam anggaran tahun 2017, sudah ada dana alokasi khusus untuk sanitasi dan air bersih," kata Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam acara sosialisasi hasil survei kualitas air 2015 di Jakarta, 22 November 2016. "Jadi pemerintah daerah kami minta serius. Selama pemerintah daerah disiplin, anggaran ini bisa dialokasikan dengan baik."
Bappenas merencanakan keterlibatan swasta dalam membangun infrastruktur penyaluran air minum pada tahapan awal dan menjualnya kepada masyarakat. Infrastruktur itu bisa diambil alih pemerintah daerah setelah kurun waktu tertentu. Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Arifin Rudyanto mencontohkan pembangunan infrastruktur senilai Rp 40 miliar yang beroperasi selama delapan tahun. Pemerintah daerah, ucap dia, bisa mencicil sebesar Rp 5 miliar per tahun.
Bappenas, ujar Bambang, sudah membuka opsi keterlibatan swasta dalam pembangunan sistem penyediaan air minum di sejumlah daerah. "Kami ingin kota besar. Selevel ibu kota provinsi sudah bisa bekerja sama dengan swasta." Namun dia menganggap bukan soal peran swasta yang paling penting, tapi besarnya komitmen pemerintah daerah.
Bambang justru mempertanyakan seberapa besar keinginan pemerintah daerah membereskan persoalan sanitasi dan air bersih. Alasannya, terkadang pemerintah daerah tak peduli, sehingga tak ada alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. "Sehingga yang terjadi adalah masyarakat pakai air tanah. Tentu hal itu bahaya untuk kota-kota besar," tutur Bambang.
Badan Pusat Statistik bersama Bappenas dan Kementerian Kesehatan telah menyurvei kualitas air 2015 untuk pertama kali. Mereka mengambil sampel 940 rumah tangga di semua kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pilot project. Dari hasil survei itu, persentase rumah tangga dengan akses air minum aman baru sebesar 8,5 persen dan sanitasi yang memadai sebesar 45,5 persen.
Meski belum mencerminkan kualitas sanitasi dan air bersih nasional, Kepala BPS Suhariyanto menganggap wilayah luar Jawa tak lebih baik daripada kota yang dijadikan sampel dalam survei itu. "Terutama Indonesia timur," katanya.
Untuk pembangunan infrastruktur sanitasi dan air bersih di daerah, ucap Arifin, bisa menggunakan dana desa. Memang tidak ada porsi khusus, ujar dia, tapi urusan sanitasi dan air bersih sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Desa dalam penggunaan dana desa. "Jadi sekarang yang diharapkan adalah inisiatif pemerintah daerah," tuturnya.
Peran Lembaga Riset Independen Dorong Kebijakan Inklusif
21 Februari 2022
Peran Lembaga Riset Independen Dorong Kebijakan Inklusif
Lembaga riset independen melakukan riset hingga dapat menghasilkan produk pengetahuan, lalu mengadvokasi kepada lembaga pemerintahan agar dapat mendorong pada hasil kebijakan yang inklusif.
Mengulas Swakelola Tipe III antara Pemerintah dan Ormas
23 November 2021
Mengulas Swakelola Tipe III antara Pemerintah dan Ormas
Swakelola Tipe III baru berjalan sejak 2018. Masih banyak pihak ormas dan pemerintah yang belum memahaminya. Sosialisasi penggunaan dan manfaat patut digencarkan.
Integrasi Risiko Dalam Investasi Kelautan dan Perikanan
16 Juli 2021
Integrasi Risiko Dalam Investasi Kelautan dan Perikanan
Setiap bentuk investasi bidang perikanan, pesisir dan laut harus berbasis kemampuan daya dukung, kemampuan resilience ekosistem dan berdampak luas bagi ekonomi masyarakat
Ada tiga isu yang sangat strategis yakni harmonisasi kewenangan dan kordinasi pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, serta harmonisasi Rencana Pengelolaan Perikanan setiap WPP.