Depati Amir Kembali Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Editor
Maria Rita Hasugian
Sabtu, 29 Oktober 2016 17:15 WIB
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Perjuangan masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung agar Depati Amir diangkat sebagai pahlawan nasional tidak berhenti meski sudah mendapat penolakan tiga kali dari pemerintah pusat. Dijuluki Robin Hood Bangka, Depati Amir dinilai sudah layak dianugerahi gelar pahlawan nasional atas sepak terjangnya melawan kolonial Belanda.
"Masyarakat Bangka Belitung sudah 12 tahun menunggu Depati Amir menjadi pahlawan nasional. Usulan perjuangan ini sudah kita mulai sejak 28 Oktober 2004 lalu," ujar Sekretaris Daerah Bangka Belitung Yan Megawandi dalam seminar "Pahlawan Nasional Kepulauan Bangka Belitung untuk Marwah Negeri dan Simpul Perekat Kebangsaan" di Graha Timah Pangkalpinang, Sabtu, 29 Oktober 2016.
Baca:
Soal Rekonstruksi Ulang Dokumen TPF Munir, Ini Kata Yasonna
Inggris Buka Pangkalan Militer Pertamanya di Timur Tengah
Menurut Yan, dengan pengumpulan bukti dan data tentang Depati Amir seharusnya tidak ada alasan lagi bagi pemerintah pusat menolak Depati Amir sebagai pahlawan nasional.
"Perjuangannya adalah untuk bangsa. Bukan lagi perjuangan lokal. Harapan kita tidak terlalu lama menunggu supaya kita merasa bagian dari bangsa Indonesia," ujar dia.
Guru Besar Sejarah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Dien Madjid mengatakan data-data tentang Depati Amir sebenarnya sudah cukup mendukung. Hanya saja perhatian sejarah, khususnya dari sisi kearsipan, oleh pihak pemerintah daerah dinilai belum dikonsentrasikan secara penuh. Sehingga kelengkapan data saat ini perlu ditelisik lagi secara mendalam.
"Keinginan agar Bangka Belitung memiliki pahlawan nasional hal yang positif karena ini merupakan prestise bagi daerah. Agar usulan ini bisa diterima, fakta tentang data Depati Amir harus ditelisik lagi," ujar dia.
Menurut Penulis Robin Hood Bangka ini, perjuangan Depati Amir melawan pemerintah kolonial merupakan kelanjutan dari perjuangan Depati Bahrain. Depati Amir memang ditempa untuk melanjutkan perjuangan.
"Depati Amir seorang yang tegas, cerdas, disiplin dan punya pendirian teguh. Pemerintah kolonial saat itu kesulitan menangkapnya karena Depati Amir memiliki strategi dan kemampuan mengetahui alam sekitarnya," ujar dia.
Kepala Subdit Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan restorasi Sosial (K2KS) Kementerian Sosial Siti Aisjah Basjarijah mengatakan penolakan individu menjadi pahlawan nasional biasanya disebabkan ada dua kemungkinan, yakni data yang kurang dan perjuangan individu yang diusulkan masih bersifat lokal.
"Kita tidak pernah menghambat. Silahkan dicari dulu data akurat dan perjuangannya bukan bersifat lokal dengan bukti pendukung bahwa seseorang layak diangkat sebagai pahlawan nasional. Jadi datanya harus fakta, bukan katanya, bukan mistik atau bukan karena dia bisa terbang," ujar dia.
Kementerian Sosial, kata Siti Aisjah, menerima setiap usulan dan akan dibahas serta diteliti oleh tim independen. Jika memenuhi syarat, akan diajukan ke dewan gelar.
"Data yang dibahas bukan data dari usulan saja. Tim juga mencari referensi lain untuk membuktikan bahwa data yang disampaikan tersebut benar dan sesuai fakta.
Pemerintah daerah juga bisa memberikan tanda jasa atau kehormatan bagi orang yang berjasa di negeri ini dengan ditetapkan dalam peraturan Gubernur," ujar dia.
Depati Amir dikisahkan melanjutkan perjuangan Depati Bahrain pada tahun 1820-1828. Markas besarnya berada di daerah Tampui, Belah dan kaki gunung maras.
Depati Amir ditangkap oleh Belanda pada 7 Januari 1851 dan dibawa ke Markas militer Belanda untuk ditahan. Namun pada 28 Januari 1851, Depati Amir diasingkan ke Desa Airmata Kupang, Nusa Tenggara Timur dan meninggal disana. Perjuangannya di Pulau Bangka pun diteruskan oleh para panglima-panglima perangnya.
SERVIO MARANDA