Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian (tengah) menjawab pertanyaan media terkait penembakan teroris kelompok Santoso di Jakarta, 19 Juli 2016. ANTARA/Yudhi Mahatma
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal M. Tito Karnavian mengungkapkan kasus yang menjerat Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Bali Komisaris Besar Franky Haryadi Parapat diusut setelah ia perintahkan.
Tito menjelaskan, dia mendapatkan informasi dari Divisi Profesi dan Pengamanan Polri bahwa ada salah satu Direktur Narkoba yang melanggar. "Terkait dengan kasus narkoba dan beberapa kasus yang kurang ditangani secara profesional," ucap dia di lapangan parkir Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis, 22 September 2016.
Tito meminta Propam mengevaluasi seluruh kepolisian daerah terkait dengan pengungkapan perkara narkoba sejak dia menjadi Kapolri. Menurut dia, bagi Polda yang tidak mengungkap perkara narkoba dalam waktu 100 hari, dia akan memberikan sanksi bagi direktorat narkoba itu. "Dan akan saya pindahkan," ujarnya. Sebaliknya, kata dia, polisi yang berprestasi akan diberikan hadiah.
"Sambil mereka (anggota polisi) bekerja, saya sudah diam-diam meminta jajaran Paminal (Pengamanan Internal Polri) Propam melakukan monitoring direktorat mana yang kira-kira melakukan kebijakan saya itu," ujarnya. "Kalau ada yang main-main narkotik segala macam, saya bilang, tangkap saja."
"Kasus di Bali adalah perintah saya kepada Propam untuk mengawasi semua Polda," kata Tito. Dia meminta semua Polda bergerak untuk berprestasi. "Kalau tidak berprestasi, minggir," katanya. Dua minggu lalu, Tito juga mengadakan dan memerintahkan jajarannya untuk berperang terhadap narkoba.
Franky Haryadi Parapat diduga terlibat dalam pemotongan anggaran DIPA 2016. Paminal Mabes Polri menemukan barang bukti uang sejumlah Rp 50 juta di brankas Bensat, Senin, 19 September 2016.
Franky juga diduga melakukan pemerasan dalam tujuh kasus narkoba yang beratnya di bawah 0,5 gram. Franky disebut meminta uang Rp 100 juta kepada masing-masing pengedar narkoba. Selain itu, Franky diduga terlibat dalam satu kasus narkoba WNA Belanda. Ia meminta satu unit mobil Fortuner pada 2016.