Tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana hibah di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mattalitti mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, 9 Juni 2016. Tempo/Dian triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa dugaan penyimpangan dana bantuan hibah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti, mengajukan eksepsi dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin, 5 September 2016. Juru bicara sekaligus pengacara La Nyalla, Aristo Pangaribuan, menyatakan sidang pengadilan tidak bisa digelar lantaran dakwaan jaksa mengandung kecacatan hukum.
"Ada dua putusan hukum berkekuatan hukum tetap dan tiga putusan praperadilan yang menyatakan penetapan tersangka tidak sah," kata Aristo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 5 September 2016. Dalam persidangan, La Nyalla mengaku tidak mengerti dengan penetapannya sebagai terdakwa. Menurut dia, penetapan dirinya sebagai tersangka pun tidak sah.
Aristo bersama pengacara lain menilai dakwaan yang disusun jaksa tidak cermat. Ia menjelaskan, La Nyalla didakwa telah memperkaya diri sebesar Rp 1,1 miliar dan memperkaya orang lain Rp 26 miliar. "Tidak masuk akal, masak memperkaya orang lain lebih besar," ucapnya.
Sedangkan tudingan penggunaan dana Rp 5,3 miliar untuk membeli penawaran saham perdana Bank Jatim tidak didakwakan kepada La Nyalla. "Kami melihat dakwaan disusun tidak cermat," ujar Aristo.
Jaksa penuntut umum Didik Farkhan menerangkan bukti baru yang diajukan ialah penggunaan meterai yang digunakan pada 2014. Menurut dia, pembayaran dana hibah menggunakan meterai tahun 2014, padahal pernyataan dibuat pada 2012. "Dakwaan dua orang (Diar Kusuma dan Nelson Sembiring) yang menerima itu ternyata hanya rekayasa saja untuk mengelabui," tutur jaksa.
Dari situ, jaksa mendakwa La Nyalla dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.