Komnas Perempuan Temukan 421 Kebijakan Diskriminatif  

Reporter

Editor

Suseno TNR

Jumat, 19 Agustus 2016 02:13 WIB

Gedung Komisi Nasional anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan menyatakan ada 421 kebijakan diskriminatif di Indonesia sepanjang 2009-2016. Tahun ini saja ada 33 kebijakan yang masuk kategori diskriminatif. "Ada satu kebijakan diskriminatif yang telah dibatalkan, yakni larangan laki-laki dan perempuan berkeliaran di malam hari, yang dibatalkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat," kata Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional Komnas Perempuan, Khariroh Ali, di Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2016.

Menurut Khariroh, 2016 adalah tahun ketujuh lembaganya mengingatkan pemerintah terhadap jumlah kebijakan diskriminatif yang terjadi sejak 2009. Kebijakan yang diskriminatif itu umumnya mengatur ketertiban umum. "Sayangnya, tidak ada batasan baku mengenai lingkup ketertiban umum ini sehingga tak jarang seluruh aspek, mulai jalan raya, kegiatan usaha, administrasi kependudukan, pornografi, hingga pengaturan ibadah, diatur" katanya.

Khariroh menyatakan pemerintah daerah tak jarang mengkriminalkan tindakan yang seharusnya dijamin konstitusi. Misalnya hak berkumpul dianggap sebagai tindakan asusila. "Di sini ada pengabaian asas praduga tak bersalah serta peraturan multitafsir," katanya.

Komnas Perempuan juga mencatat pemerintah daerah masih gemar menerapkan kebijakan yang mengutamakan simbolisasi agama sehingga kebijakan yang secara langsung membatasi dan mengabaikan pemenuhan hak konstitusi dikeluarkan. "Pemerintah harus serius menangani ketidakpatuhan penyusunan kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah," ujarnya.

Komnas Perempuan menyesalkan 3.134 perda yang dibatalkan Menteri Dalam Negeri pada Juni 2016, yang semuanya berkaitan dengan investasi dan perizinan. "Ada keraguan pemerintah menggunakan mekanisme pembatalan yang tercantum dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terhadap peraturan yang diskriminatif. Hasil catatan kami ini akan dibawa ke Kemendagri," ucapnya.

Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan upaya untuk menghapus kebijakan diskriminatif memang berat. Pada prakteknya, ada politisasi yang kuat sehingga tak jarang penghapusan kebijakan diskriminatif bertentangan dengan kelompok agama. "Kita tahu, setelah otonomi daerah, masing-masing wilayah punya semangat menunjukkan identitas. Tapi ini harus diatur. Kebinekaan adalah jati diri bangsa Indonesia yang harus dirawat dan dilindungi," tutur Azriana.

Dia menegaskan, hak konstitusional merupakan tanggung jawab penyelenggara negara dan diberikan kepada semua masyarakat, bukan hanya minoritas, baik dari segi agama maupun gender.

Pemerintah juga harus punya cara ampuh untuk memastikan tidak ada hak konstitusi yang dilanggar akibat kebijakan diskriminatif itu. "Harus ada kebijakan hukum bagi yang melanggar dan ada pembatalan dari pemerintah. Kalau negara tidak bisa menegakkan konstitusi, ya siapa lagi," ucapnya.

ANTARA

Berita terkait

Politikus Senior PDIP Tumbu Saraswati Tutup Usia

11 hari lalu

Politikus Senior PDIP Tumbu Saraswati Tutup Usia

Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan aktivis pro demokrasi, Tumbu Saraswati, wafat di ICU RS Fatmawati Jakarta pada Kamis

Baca Selengkapnya

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

22 hari lalu

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

Ada empat akar masalah Papua, yakni sejarah dan status politik, diskriminiasi, kekerasan dan pelanggaran HAM berat, dan kegagalan pembangunan.

Baca Selengkapnya

Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

33 hari lalu

Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

Hari Peduli Autisme Sedunia diperingati setiap 2 April untuk meningkatkan kesadaran tentang Gangguan Spektrum Autisme (ASD)

Baca Selengkapnya

Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

40 hari lalu

Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

Panji Gumilang dijerat Pasal Penodaan Agama, penghinaan terhadap agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 156a KUHP.

Baca Selengkapnya

Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

46 hari lalu

Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

Beredar video yang memperlihatkan seorang istri diduga disekap di kandang sapi oleh suaminya di Jember, Jawa Timur. Komnas Perempuan buka suara.

Baca Selengkapnya

Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

57 hari lalu

Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

Dua dekade RUU Perindungan Pekerja Rumah Tangga mangkrak tidak disahkan. Ini penjelasan mengenai RUU PPRT.

Baca Selengkapnya

International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

59 hari lalu

International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

Peringatan International Women's Day Jogja 2024, Ketua Divisi Aksi dan Propaganda Srikandi UGM sebut mengusung tema "Mari Kak Rebut Kembali!"

Baca Selengkapnya

Tentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer

59 hari lalu

Tentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer

Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan pada Oktober lalu bahwa hampir 43.000 tentara perempuan saat ini bertugas di militer.

Baca Selengkapnya

Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Tidak Mendapat Perlindungan dan Komunikasi dari Kampus

59 hari lalu

Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Tidak Mendapat Perlindungan dan Komunikasi dari Kampus

Amanda Manthovani, pengacara 2 korban kekerasan seksual diduga oleh Rektor Universitas Pancasila nonaktif mengaku tak ada perlindungan dari kampus.

Baca Selengkapnya

Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

7 Maret 2024

Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

Malaysia memenangkan gugatan di WTO melawan tindakan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk biofuel dari minyak sawit.

Baca Selengkapnya