TEMPO.CO, Mojokerto - Kepolisian Resor Mojokerto dan pengacara kasus persetubuhan dengan korban perempuan keterbelakangan mental akan melakukan gelar pada Selasa, 9 Agustus 2016. Semula kasus tersebut sudah dinyatakan ditutup.
“Kami akan datangkan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Airlangga untuk meyakinkan polisi bahwa kasus ini memenuhi unsur pidana,” kata pengacara korban, Edy Yusef, Senin, 8 Agustus 2016.
Korban berinisial SMU, 32 tahun, disetubuhi oleh tiga pria dalam waktu dan tempat berbeda pada 2015, hingga melahirkan bayi. Kasusnya sudah tahap penyidikan dan semua pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, polisi menghentikan perkaranya setelah berkas dikembalikan jaksa karena dianggap belum sempurna (P21). Polisi lalu menghentikan penyidikan dengan alasan persetubuhan yang dilakukan atas dasar suka sama suka sehingga tidak memenuhi unsur pidana.
Setelah diprotes pengacara, kasus ini kembali diuji. Menurut Edy, ada beberapa kejanggalan dalam proses hukum perkara tersebut. “Pertama, polisi tidak mengacu putusan perkara yang sama dengan korban keterbelakangan mental,” ujar advokat yang juga Ketua Pengurus Cabang Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) Mojokerto ini.
Ia mengutip putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 377/Pid.B/2011/PN.BB tahun 2011. Pengadilan Bale Bandung pernah memutus bersalah terdakwa yang menyetubuhi wanita keterbelakangan mental. Pasal yang digunakan adalah Pasal 286 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat 1 tentang persetubuhan pada wanita di luar nikah yang pingsan atau tidak berdaya.
“Orang dengan keterbelakangan mental itu dapat dikategorikan tidak berdaya atau mudah diperdaya. Tidak ada alasan dilakukan suka sama suka,” ucap Edy.
Kedua, menurut dia, polisi bisa menjerat para tersangka dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. “Sebab korban yang seharusnya dijaga tapi malah disuruh layaknya pembantu oleh para pelaku,” katanya.
Kepala Kepolisian Resor Mojokerto Ajun Komisaris Besar Boro Windu Danandito mengatakan kasus itu akan diuji dalam gelar perkara apakah memenuhi unsur pidana atau tidak. “Karena ada permintaan dari pengacara maka akan dilakukan gelar perkara untuk mengujinya,” ujar Boro.
Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Kepolisian Resor Mojokerto Inspektur Satu Suyono membenarkan informasi bahwa kasus pemerkosaan itu pernah dihentikan. Menurut dia, polisi akan terbuka jika ada kesalahan prosedur penyelidikan hingga penyidikan.