Gugatan Rp 300 Juta, Polda Sumbar Minta Arahan Mabes Polri  

Reporter

Editor

Budi Riza

Minggu, 7 Agustus 2016 17:23 WIB

Ilustrasi Penembakan Polisi. ANTARA FOTO/Ampelsa

TEMPO.CO, Padang – Kepolisian Daerah Sumatera Barat sedang menunggu petunjuk Mabes Polri untuk membayar ganti rugi sekitar Rp 300 juta atas gugatan perdata Iwan Mulyadi, korban salah tembak seorang petugas polisi di Kepolisian Sektor Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, sepuluh tahun lalu. Gugatan perdata itu menang di Mahkamah Agung setelah upaya peninjauan kembali yang diajukan polisi ditolak.

Kapolda Sumatara Barat Brigadir Jenderal Basarudin menjelaskan, polisi belum menerima salinan putusan MA itu, yang keluar pada sidang Oktober 2015.

“Meski belum menerima salinan putusan hingga kini, pada Februari lalu kami sudah meminta petunjuk kepada Divisi Hukum Mabes Polri mengenai tindak lanjut putusan PK, karena uang Rp 300 juta tidak ada anggaran di Polda Sumatera Barat, Divisi Hukum menjawab menunggu koordinasi dengan Asisten Perencanaan Kapolri,” kata Basarudin, Minggu, 7 Agustus 2016.

Basarudin mengatakan Polri akan patuh kepada hukum. “Polda Sumatera Barat sudah berkomitmen akan melaksanakan putusan pengadilan, apalagi yang telah berkekuatan hukum tetap seperti ini. Mungkin ini juga kasus pertama di Indonesia makanya belum ada yang dijadikan pedoman,” kata Basarudin.

Kasus penembakan terhadap Iwan Muliadi terjadi pada 20 Januari 2006. Saat itu Iwan, 16 tahun, sedang menunggui pondok ladang nilam bersama temannya. Tiba-tiba datang Briptu Novrizal dari Polsek Kinali, Pasaman Barat, dengan membawa pistol. Iwan dituduh melempar rumah tetangganya.

Ketika Briptu Nofrizal memegang teman Iwan yang turun dari pondok duluan, dia melepaskan tembakan peringatan ke udara agar Iwan menyusul turun sambil mengancam jika tidak keluar akan ditembak.

Ketika Iwan keluar menuruni tangga membelakangi polisi itu, tiba-tiba Briptu Nofrizal menembak hingga mengenai rusuk sebelah kiri Iwan dan tembus ke bawah ketiak kanan. Pemuda itu jatuh ke tanah dan tersungkur. Karena kaget, polisi itu melarikan Iwan ke rumah sakit.

Akibat tembakan revolver Colt 38 merek Taurus itu, Iwan mengalami kelumpuhan total dari pinggang hingga kedua kaki karena peluru mengenai syaraf tulang belakang. Sejak itu, Iwan hingga kini tidak bisa meninggalkan kursi roda dan mesti diangkat ke tempat tidur.

Nazar, ayah Iwan, didampingi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Sumatera Barat dan menggugat Polri secara perdata untuk kerugian immaterial sebesar Rp 300 juta. Gugatan diajukan karena petugas polisi tersebut tidak memiliki surat tugas. Gugatan itu menang dari Pengadilan Negeri hingga kasasi Mahkamah Agung.

Terakhir Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan kepolisian melalui sidang pada Oktober 2015.

Ketua PBHI Sumatera Barat, Wengki Purwanto, mendesak Polri berinisiatif melaksanakan amar putusan, tanpa harus diminta atau di desak publik. Dia beralasan polisi tidak memiliki alasan untuk tidak melaksanakan amar putusan.

“Bertahun-tahun Iwan Mulyadi menunggu keadilan nyata yang hingga kini belum terwujud. Uang Rp 300 juta sesungguhnya tidak sebanding dengan deritanya yang lumpuh total. Iwan cuma butuh negara taat hukum, bertanggung jawab atas penembakan terhadap dirinya,” katanya.

FEBRIANTI

Berita terkait

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

21 hari lalu

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum

Baca Selengkapnya

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

38 hari lalu

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.

Baca Selengkapnya

Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

43 hari lalu

Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

Amnesty Internasional mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh.

Baca Selengkapnya

KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

6 Oktober 2021

KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

Hasil pemantauan KontraS selama Oktober-2021-September 2021 menunjukkan reformasi peradilan militer jalan di tempat.

Baca Selengkapnya

Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

16 September 2021

Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

Serial Netflix Deserter Pursuit memicu perdebatan tentang militer Korea Selatan karena menceritakan pelecehan dan kekerasan selama wajib militer.

Baca Selengkapnya

2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

27 Juli 2021

2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

TNI AU menyatakan penyesalan dan meminta maaf atas insiden dua anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga Papua di Merauke.

Baca Selengkapnya

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

5 Juli 2018

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

Amnesti Internasional Indonesia meminta Jokowi membentuk tim investigasi guna mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di Paniai, Papua.

Baca Selengkapnya

Berdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini

8 Juli 2017

Berdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini

Keduanya menyepakati bentuk pertanggungjawaban Guyum setelah menampar adalah meminta maaf secara tertulis kepada Fery, institusi, dan PT Angkasa Pura.

Baca Selengkapnya

Tampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks

8 Juli 2017

Tampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks

Jumat malam, polisi melepas Guyum setelah menandatangani kesepakatan damai dan bersalaman dengan Fery.

Baca Selengkapnya

Berdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara  

8 Juli 2017

Berdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara  

Guyun mengaku salah dan meminta maaf atas penamparan yang dilakukannya. "Proses damai berjalan lancar tanpa ada intervensi pihak manapun."

Baca Selengkapnya