BPS: Jumlah Penduduk Miskin Yogyakarta Bertambah

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Sabtu, 6 Agustus 2016 17:35 WIB

Umat Klenteng Fuk Ling Miau membagikan paket sembako kepada warga sekitar jelang hari raya lebaran di halaman Klenteng, di Yogyakarta, 1 Juli 2016. Total ada 2000 paket yang disiapkan untuk masyarakat yang masing-masing berisi 5 kg beras, 1 liter minyak goreng dan 3 bungkus mi instan. TEMPO/Pius Erlangga

TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan jumlah penduduk miskin di daerah ini naik karena inflasi yang tidak stabil. Naiknya jumlah penduduk miskin dihitung satu semester atau dari September 2015 ke Maret 2016.

Jumlah penduduk miskin di DIY pada Maret 2016 sebanyak 494.940 ribu atau naik 9.380 dibanding September 2015 sebanyak 45.560 orang. Sedangkan, pada Maret 2015 jumlah penduduk miskin sebanyak 550.230 orang. Bila dibandingkan dengan Maret 2016, jumlah penduduk miskin turun sebanyak 55.290 orang.

Kepala BPS DIY, Bambang Kristianto, mengatakan terjadi fluktuasi jumlah penduduk miskin pada periode itu sejalan dengan angka inflasi yang tidak stabil. Inflasi pada Maret 2015 ke Maret 2016 sebesar 3,69 persen dan inflasi pada September 2015 ke Maret 201 sebesar 1,56 persen.

Penduduk miskin tersebar di perkotaan sebanyak 60,15 persen dan perdesaan 39,85 persen. Bambang mengatakan persoalan kemiskinan bukan hanya dilihat dari jumlah dan persentase penduduk miskin. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah gap atau ketimpangan kemiskinan. “Pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta belum menyentuh orang-orang yang berada pada garis kemiskinan,” kata Bambang kepada Tempo, Jumat, 5 Agustus 2016.

Naiknya garis kemiskinan ini terjadi di perkotaan maupun perdesaan. Di perkotaan pada Maret 2016 naik 4,89 persen dibanding Maret 2015. Sedangkan, di perdesaan naik 6,10 persen. Menurut Bambang, garis kemiskinan di daerah ini meningkat sepanjang semester pertama karena inflasi. Garis kemiskinan melihat pengeluaran nilai kebutuhan dasar minimum dan makanan penduduk daerah ini per kapita per bulan pada Maret 2016 sebesar Rp 354.084.

Sedangkan, pada Maret 2015 sebesar Rp 335.886 per kapita per bulan atau naik 5,42 persen. Bila dibandingkan dengan September 2015 terjadi kenaikan garis kemiskinan sebesar 1,83 persen. “Inflasi dan menurunnya daya beli petani menjadi penyebabnya,” kata Bambang.

Garis kemiskinan menggambarkan nilai kebutuhan dasar minimum. Menurut Bambang sumbangan terbesar garis kemiskinan adalah makanan. Ada lima komoditas yang memberikan kontribusi paling besar terhadap meningkatnya garis kemiskinan di perkotaan. Komoditas itu yakni beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, dan mie instan.

Di perdesaan, lima komoditas makanan yang menyumbang adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, dan gula pasir.Sedangkan, untuk non-makanan yang menyumbang garis kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan yakni biaya perumahan, bahan bakar minyak, dan listrik.

Mereka yang berada pada garis kemiskinan, kata Bambang merupakan orang-orang yang berada pada situasi rawan pangan. Kondisi sosial ekonomi mereka tergolong miskin dan sulit untuk diangkat. “Mereka orang-orang tersingkir pada lapisan paling bawah,” kata Bambang.

Penggagas pertanian terpadu Joglo Tani, To Suprapto, mengatakan sebagian petani daya beli menurun karena mereka memanen dan menggunakan produk pertanian mereka. Di antaranya beras dan sayuran. “Sebagian petani berdaulat untuk pangan,” kata To Suprapto.

Sebelumnya, Bank Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan kegiatan usaha di daerah ini pada triwulan dua pada 2016 menurun dibanding triwulan sebelumnya. Penyebabnya adalah lemahnya permintaan barang dan jasa dari pasar domestik. “Kecenderungannya belum membaik,” kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Hilman Tisnawan.

Hilman mengatakan untuk sektor pertanian misalnya, konsumsi untuk produk pangan cenderung stagnan. Kuliner di daerah ini berkembang. Tapi, tidak ada ekspansi yang baru pada kegiatan usaha. Permintaan produk pertanian, misalnya hasil-hasil perkebunan coklat juga belum meningkat. Ini terjadi seiring dengan menurunnya permintaan dari masyarakat dengan penghasilan yang belum stabil.

Survei Kegiatan Dunia Usaha digunakan untuk melacak produk domestik bruto dengan survei. Dengan kata lain, survei itu untuk melihat kegiatan ekonomi pada kuartal pertama dan memperkirakan kuartal berikutnya.

SHINTA MAHARANI

Berita terkait

Cerita dari Kampung Arab Kini

10 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

14 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

50 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

54 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

58 hari lalu

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

4 Januari 2024

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

BMKG menjelaskan perkiraan cuaca Yogyakarta dan sekitarnya hingga akhir pekan ini, penting diketahui wisatawan yang akan liburan ke sana.

Baca Selengkapnya

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

8 Desember 2023

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran.

Baca Selengkapnya

Kader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya

8 Desember 2023

Kader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya

Politikus PSI Ade Armando dipolisikan karena sebut politik dinasti di Yogyakarta. Ia dituduh langgar Pasal 28 UU ITE. Begini bunyi dan ancaman hukuman

Baca Selengkapnya

Begini Sejarah Panjang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

8 Desember 2023

Begini Sejarah Panjang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sejarah panjang hingga memiliki otonomi khusus. Berikut penjelasannya.

Baca Selengkapnya