Panasnya Pilgub DKI: Ahok dan Kisah Gerilya Meredam Risma
Editor
Bobby Chandra
Sabtu, 6 Agustus 2016 06:55 WIB
TEMPO.CO, Surabaya - Sejumlah warga Kota Surabaya meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tidak mencalonkan diri sebagai gubernur menantang Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Permintaan itu disampaikan saat Risma turun ke lapangan untuk meninjau beberapa proyek pemerintah Kota Surabaya. Masyarakat yang bertemu dan melihatnya selalu meminta Risma menolak dicalonkan sebagai Gubernur DKI.
Contohnya saja hari ini, Jumat 5 Agustus 2016. Tempo mengikuti Risma sejak keluar dari rumahnya di Taman Pondok Indah Wiyung, Surabaya. Keluar rumah, Risma langsung beranjak meninjau beberapa lokasi proyek yang sedang digarap oleh Pemerintah Kota Surabaya. Lokasi pertama yang dikunjunginya adalah proyek saluran di Kedurus II Kecamatan Karangpilang Surabaya.
BACA: Panasnya Pilgub DKI: 2 Skenario yang Bisa Menghadang Ahok
Saat itu, beberapa penduduk yang melihat Risma langsung melambaikan tangan dan berteriak supaya Risma tidak ikut Pilkada DKI Jakarta. “Bu Risma, jangan ke Jakarta, di Surabaya saja,” teriak seorang penduduk sambil melambaikan tangan. Risma pun membuka kaca mobil untuk membalas lambaian tangan disertai senyuman.
Cerita untuk meredam Risma agar tak maju ke Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 pun sempat terekam dalam Majalah Tempo Edisi 18 Juli 2016. Kisah itu bermula ketika Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyambangi ruang kerja Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jakarta, Selasa, pertengahan Juli 2016.
BACA: Panasnya Pilgub DKI: 4 Amunisi Risma yang Bisa Kalahkan Ahok
Edi datang bersama Syahrial, koleganya sesama anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Awalnya hanya berniat melakukan silaturahmi dan ngobrol santai tentang perayaan Lebaran, belakangan mereka bertiga terlibat pembicaraan mengenai pemilihan kepala daerah DKI Jakarta.
Orang yang mengetahui pertemuan tersebut bercerita, saat itu, Basuki mengutarakan keinginannya merangkul PDI Perjuangan untuk mendukung pencalonannya. Prasetyo dan Syahrial menyambut baik keinginan Basuki. Tapi, kata sumber itu, keduanya menegaskan, PDI Perjuangan bersedia menerima Basuki jika ia mendaftar sesuai dengan mekanisme partai. Atas jawaban tersebut, Basuki memilih tidak melanjutkan percakapan.
BACA: Warga Surabaya 'Teriak' Minta Risma Tak ke Jakarta
Prasetyo membenarkan, dia bersama Syahrial bertemu dengan Basuki di ruang kerjanya pada Selasa itu. "Hanya halalbihalal, karena belum sempat," ujar Prasetyo kepada Tempo seusai pelantikan Kepala Kepolisian RI di Istana Negara, medio Juli 2016. Dia menolak menjelaskan lebih jauh isi pembicaraan mereka saat itu. Basuki pun mengaku bertemu dengan Prasetyo dan Syahrial dan membahas soal pemilihan kepala daerah. Ia menilai itu wajar. "Kan, memang dekat dengan PDIP," katanya.
Setelah memutuskan maju melalui jalur independen dengan dukungan tiga partai, Hanura, NasDem, dan Golkar, Basuki terus berupaya menggandeng PDIP. Mantan Bupati Belitung Timur ini juga masih berkeinginan meminang Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat dari PDIP sebagai pasangannya dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017. Upaya ini selalu buntu lantaran PDIP ngotot Basuki harus mendaftar melalui partai dan meninggalkan jalur independen.
BACA: Pidato Asli Risma yang Dipelesetkan Pamit Ikut Pilgub DKI
Saat halalbihalal dengan semua pegawai Balai Kota, Senin, pertengahan Juli 2016, Basuki dan Djarot menyempatkan diri membahas skenario seandainya keduanya maju dalam pemilihan kepala daerah. Djarot tak membantah pembicaraan tersebut. Dia mengatakan proses masih terus berjalan dan masih terbuka kemungkinan dia maju bersama Basuki dalam pemilihan gubernur 2017. "Masih berkembang terus," ujar Djarot.
Upaya Basuki agar tetap bisa berduet dengan Djarot juga menjadi bahan pembicaraan ketika ia mengundang dua politikus Golkar, Yorrys Raweyai dan Fayakhun Andriadi, serta politikus NasDem, Victor Laiskodat, ke rumahnya di Pantai Mutiara. Kepada ketiganya, Basuki bercerita baru saja bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana. Menurut Basuki, Jokowi menyarankan dia tetap maju bersama Djarot dalam pemilihan kepala daerah tahun depan.
Selanjutnya: Perdebatan pun terjadi.
<!--more-->
Perdebatan terjadi. Victor Laiskodat sempat menolak opsi itu. Alasannya, Basuki sudah telanjur mengumumkan diri ke publik sebagai calon independen dan bakal berpasangan dengan Heru Budi Hartono, anak buahnya di Balai Kota Jakarta. "NasDem khawatir bagaimana menjelaskan kepada publik. Golkar relatif menerima rencana itu," kata salah satu peserta pertemuan tersebut.
Setelah Basuki menjelaskan pentingnya merangkul PDIP untuk menjamin kemenangan, ketiganya melunak. Sejumlah opsi kemudian dibahas, terutama tentang mekanisme mengawinkan Basuki-Djarot demi menjamin suara dan menjaga keseimbangan dengan PDIP.
Yorrys mengaku hadir di kediaman Basuki bersama Victor dan Fayakhun. Tapi dia mengatakan tidak ada pembahasan tentang pencalonan Basuki dan Djarot dalam pertemuan tersebut. Sedangkan Basuki membantah ada intervensi Jokowi dalam rencana pencalonannya. Juru bicara Presiden, Johan Budi S.P., mengatakan Jokowi tidak pernah meminta Basuki maju melalui jalur partai atau independen.
BACA: Pilkada DKI, Risma: Saya Segera Menghadap Ibu
Upaya Basuki memperbaiki hubungan dengan PDIP ini bakal tidak mudah. Musababnya, pengurus dewan pimpinan pusat dan dewan pimpinan daerah sudah resistan terhadap Basuki. Pelaksana tugas Ketua DPD PDIP Jakarta, Bambang D.H., mengatakan dalam rapat fraksi DPRD Jakarta pada 27 Juni 2016, hampir 80 persen anggota menolak mengajukan Basuki sebagai calon gubernur. "Intinya sudah tidak menghendaki Basuki sebagai calon gubernur," ujarnya.
Hasil rapat tersebut, menurut Bambang, sudah mereka sampaikan kepada pengurus DPP PDI Perjuangan dan Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum. "Keputusan akhir pada Ketua Umum meski aspirasi di bawah kami sampaikan," katanya.
Dalam rapat koordinasi nasional DPD dan DPP PDIP untuk konsolidasi pemilihan kepala daerah DKI Jakarta pada 21 Juni 2016, Megawati sempat ngobrol santai saat berbuka puasa dengan sejumlah pengurus. Saat itu, salah satu pemimpin DPD DKI Jakarta menanyakan siapa calon yang diinginkan Megawati. "Ibu menjawab, 'Tidak usah buru-buru. Kan, kita bisa maju sendiri'," ujar salah satu peserta pertemuan kepada Tempo.
BACA: 3 Partai yang 'Ngebet' Dorong Risma Tantang Ahok
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan proses seleksi untuk DKI-1 masih terus berjalan di partainya. Partai menyerahkan keputusan kepada Ketua Umum. "Tapi jelas, kalau mau dengan kami, harus lewat partai," ujarnya.
Menyadari ditolak di jajaran pengurus, Basuki kembali berupaya membuka komunikasi dengan Ketua Umum PDIP Megawati. Sejumlah sumber di partai berlambang banteng itu mengatakan Basuki, melalui Djarot, beberapa kali mencoba meminta bertemu dengan Megawati sejak sebelum bulan puasa.
Djarot mengakui sempat ada beberapa pertemuan antara dia, Basuki, dan Megawati. "Biasa, kami (dia dan Basuki) kan satu paket," ujarnya. Djarot mengatakan, sejauh ini, Megawati selalu menanggapi permintaan bertemu dari Basuki. "Bu Mega sifatnya terbuka. Siapa pun yang datang diterima dengan baik," ujarnya.
BACA: Ini Modal Risma Jika Jadi Gubernur Jakarta
Salah satu orang dekat Jokowi mengatakan Basuki berusaha merangkul Djarot agar partai itu tidak mencalonkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Sumber ini mengaku pernah diajak berbicara empat mata oleh Basuki ketika sedang ramai isu Risma bakal diusung PDI Perjuangan. Ketika itu, menurut dia, Basuki mengatakan, dari kalkulasi penasihat politiknya, ia bakal kalah jika Risma benar-benar maju di Jakarta.
Meski demikian, dalam beberapa kesempatan, Basuki menegaskan tidak gentar menghadapi Risma jika maju sebagai calon gubernur dari PDI Perjuangan. "Ya, tidak apa-apa. Justru warga Jakarta punya banyak pilihan," ujarnya.
ANANDA TERESIA | ANTON APRIANTO | LARISSA HUDA | AGI ADYATAMA | MOHAMMAD SYARAFFAH
BACA JUGA
Akhirnya Risma Bicara Blakblakan Soal Pilkada DKI Jakarta
Dukung Rizal Ramli-Sandiaga, Ahmad Dhani: Mereka Bela Rakyat