Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, berpidato saat Halal Bihalal di Markas Teman Ahok, Pejaten, Jakarta, 27 Juli 2016. Ahok mengaku hal tersebut sudah ia lihat setelah melihat dukungan dari tiga partai politik yang datang, yakni Partai NasDem, Hanura, dan Golkar. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Lembaga Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menilai, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sedang dilema. Alasannya, kata Hamdi, PDIP blunder jika tak mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Kalau ngotot lawan Ahok, habis PDIP," kata Hamdi di Menteng, Jakarta, Senin, 1 Agustus 2016. Menurut dia, hal ini akan berdampak terhadap suara PDIP pada Pemilu 2019 dan memupus peluang Tri Rismaharini maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur.
Bberbeda dengan tiga partai pendukung Ahok, seperti NasDem, Golkar, dan Hanura. Tiga partai itu mampu memanfaatkan Ahok untuk menggaet suara. "Kalau digabung dengan NasDem dan Hanura memang belum bisa, tapi mereka ambil bagian dari orang yang akan menang," ujarnya.
Hamdi menilai, saat ini pemilik suara adalah pemilih yang cerdas. Ahok, menurut dia, tidak bisa dijatuhkan dengan beberapa kasus yang menimpa, seperti Sumber Waras. Ahok justru mampu menunjukkan kinerjanya. "Kalau kasus itu dipermasalahkan, tingkat elektabilitasnya sudah lama jeblok," ujarnya.
Hari ini Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia merilis survei Opinion Leader "Menakar Kandidat DKI 1". Hamdi Muluk mengatakan survei ini melibatkan 206 orang pakar, yang 60 persennya akademikus.
Tiga nama kandidar terbaik hasil survei ialah Basuki Tjahaja Purnama, Tri Rismaharini, dan Ridwan Kamil. "Hasil survei ini menunjukkan Ahok, Ridwan, dan Risma secara konsisten berada di peringkat tiga terbaik dari semua calon yang dinilai."