Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan, saat coffee morning dengan sejumlah wartawan di kantor Menkopolhukam, Jakarta, 21 April 2016. Luhut menyampaikan harapannya agar Indonesia jangan mau didikte negara asing. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, mempersilakan hasil Pengadilan Rakyat Internasional dibawa ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Silakan saja. Kami enggak ada urusan," kata dia di DPR, Kamis, 21 Juli 2016.
Luhut melanjutkan, pemerintah punya data kuat yang menyatakan tidak ada pembunuhan massal pada 1965. Menurut dia, berdasarkan pengecekan tim di 21 titik kuburan massal, tidak ada ratusan ribu orang yang disebut meninggal.
Tim, yang dibentuk setelah hasil rekomendasi Simposium 1965, yang berlangsung di Hotel Aryaduta dan diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan Nasional, kata Luhut, masih menyiapkan proses finalisasi laporan. "Kami berharap, awal bulan depan sudah dapat (laporan)," kata dia.
Rabu lalu, Majelis Hakim Pengadilan Rakyat Internasional (International People's Tribunal) mengumumkan hasil kesimpulan kasus 1965. Isinya adalah pembunuhan besar-besaran secara terencana pasca-peristiwa September 1965.
Dalam catatan IPT dalam peristiwa 1965, jumlah korban pembunuhan mencapai 400-500 ribu orang, termasuk anggota dan simpatisan PKI. Dan 600 ribu orang melakukan kerja paksa. Majelis pun merekomendasikan pemerintah untuk meminta maaf dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban.
Putusan pun akan diserahkan ke PBB. Luhut mengatakan pemerintah tidak mau mengakui hasil rekomendasi persidangan yang berlangsung di Den Haag, Belanda. Menurut dia, persidangan itu dilakukan oleh lembaga tidak resmi dan tidak mengetahui Indonesia. "Genosida kan bicara ribuan yang mati, ini tidak pernah terbukti angkanya kalau ada ribuan yang mati," kata dia.