Ini Cara JAPFA Dukung Danau Toba Jadi Destinasi Wisata
Editor
Setiawan Adiwijaya
Selasa, 19 Juli 2016 23:01 WIB
TEMPO.CO, Simalungun - Perusahaan budidaya ikan PT Suri Tani Pemuka (STP) menyambut baik rencana pemerintah menjadikan kawasan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata unggulan. STP yang bernaung di bawah pelaku agri-bisnis ternama, JAFPA Group ini, mengembangkan budidaya ikan tilapia, alias ikan nila di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
"Walau budidaya tilapia STP masih kecil, tidak ada kompromi atas pelaksanaan komitmen kami terhadap (aspek) lingkungan," ujar External Relation Director JAFPA Rachmat Indrajaya di Siantar, Sumatera Utara, Selasa, 19 Juli 2016.
Menurut Rachmat, STP JAPFA telah mendapat pengakuan Kementerian Kelautan dan Perikanan, berupa sertifikat budidaya dengan nilai 'Sangat Bagus'.
"Kami juga meraih pengakuan dari Aquaculture Stewardship Council (ASC), dari Best Aquaculture Practice (BAP), serta Monterey Bay Aquarium Seafood Watch, atas cara budidaya yang ramah lingkungan," kata Rachmat.
Budidaya nila oleh STP JAPFA di Danau Toba, banyak mengadopsi tekonologi budidaya ikan salmon dari Norwegia, yang terkenal ramah lingkungan. Budidaya itu dilakukan di pusat Keramba Jaring Apung (KJA) yang dikelola sekitar 160-170 pekerja STP JAPFA, di salah satu sisi Danau Toba, Kabupaten Simalungun.
Program ramah lingkungan STP JAPFA, tutur Rachmat, terlihat dari teknologi yang digunakan di KJA tersebut, antara lain penggunaan mesin Feed Broadcaster produksi Kanada.
Dari pantauan langsung Tempo, Feed Broadcaster berupa penembak pakan otomatis. Alat itu diarahkan ke sejumlah ring KJA, yang berisi nila dewasa. "Dengan alat ini, monitoring pemberian pakan lebih akurat, dan pakan dipastikan habis termakan dalam waktu cepat," ujar Rachmat.
Di KJA tersebut, digunakan pula sistem lift-up untuk menyedot ikan mati, juga kotoran ikan yang mengumpul di dasar jaring setiap ring keramba. Kotoran itu dikumpulkan, untuk kemudian dijadikan bahan pupuk organik. "STP melatih petani setempat untuk mengolah pupuk organik itu."
Dokter Hewan KJA tersebut, Sri Yuliani, mengatakan STP JAPFA mengembangkan pakan, alias makanan ikan sendiri. Sejak pembibitan nila di daerah Tanah Jawa, Siantar, hingga penggemukan dan panen di KJA Simalungun, STP JAPFA menggunakan jenis pakan apung.
"Itu buatan sendiri, disesuaikan dengan water quality. Pakan masih terapung meski sudah berjam-jam, tak langsung hancur," ujar Yuliani.
Yuliani menambahkan pakan apung diproduksi di pabrik khusus milik JAPFA, dengan pertimbangan terhadap nitrat, fosfat, kadar Ph, dan aspek lain pada air di Danau Toba. "Lebih efisien, tak ada yang mengendap atau mengotori, karena bisa diambil kembali."
Mantan menteri pertanian era Kabinet Gotong Royong, Bungaran Saragih yang berkunjung ke KJA tersebut, mengatakan JAPFA memenuhi kriteria yang diperlukan untuk membangun Danau Toba. "Mereka memperhatikan aspek lingkungan, aspek budidaya SDM warga sekitar, dan aspek profit," ujar Bungaran, Selasa.
Menurut Bungaran, percuma bila STP JAPFA hanya mementingkan profit, karena hal itu menjadi sasaran semua perusahaan budidaya ikan. "Tapi mereka, dengan teknologi, masih memperhatikan lingkungan."
Bungaran berpendapat bahwa STP JAPFA membantu kehidupan warga di sejumlah kabupaten sekitar Danau Toba.
Berdasarkan data penyerapan tenaga kerja per Desember 2015, STP JAPFA yang terintegrasi di Simalungun dengan brand 'Toba Tilapia', memiliki 773 tenaga kerja pada 4 sektor tugas yang berbeda. Jumlah itu belum termasuk tenaga kerja cabang JAPFA di Jawa Barat, dan tenaga kerja tak langsung.
YOHANES PASKALIS