Anggota DPD, Fahira Idris, menjalani pemeriksaan sebagai pelapor atas laporannya terhadap Zaskia Gotik di Polda Metro Jaya, Jakarta, 28 Maret 2016. TEMPO/Arkhelaus Wisnu
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Fahira Idris menilai, ada celah penanganan vaksin palsu yang dilakukan satuan tugas penanggulangan kasus tersebut. Para orang tua semakin bingung apa yang akan dilakukan, mengingat tensi kasus vaksin palsu meningkat.
“Pemerintah harus punya manajemen krisis soal vaksin palsu ini,” kata Fahira dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 19 Juli 2016.
Menurut Fahira, pemerintah harus memiliki manajemen penyampaian informasi publik. Sebelum nama-nama rumah sakit pengguna vaksin palsu diumumkan, perlu dikomunikasikan kebijakan, program, dan aksi yang akan dilakukan pemerintah untuk anak-anak, yang diduga diberi vaksin palsu oleh rumah sakit. Prakondisi itu sangat perlu agar orang tua yang anaknya pernah diimunisasi di rumah sakit itu tidak panik dan tahu langkah-langkah yang harus diambil.
Fahira mendapat informasi, Ikatan Dokter Indonesia melaporkan orang tua anak korban vaksin palsu yang diduga melakukan pemukulan terhadap dokter. Hal itu terjadi lantaran tidak ada manajemen krisis. Akibatnya, masalah semakin rumit. Persoalan-persoalan baru pun muncul.
Ia menilai, kekecewaan orang tua, yang anaknya diduga diberi vaksin palsu, semakin bertambah apabila beberapa rumah sakit diumumkan tidak mempunyai manajemen krisis dan tidak siap menghadapi tuntutan para orang tua. Pemerintah harus paham, orang tua pasti panik jika tahu anaknya diberi vaksin palsu.
"Tujuan manajemen krisis bukan membuat masyarakat menjadi panik, melainkan pusat pelayanan dan informasi agar masyarakat tenang," ucap Fahira.