Orangtua Korban Tantang Menteri Nila Pakai Vaksin Palsu

Reporter

Editor

Mustafa moses

Sabtu, 16 Juli 2016 16:06 WIB

Surat pernyataan RS Harapan Bunda yang berisi jaminan untuk pertanggungjawaban terhadap pasien vaksin palsu di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur, 15 Juli 2016. Tempo/Azis

TEMPO.CO, Jakarta - Orangtua korban vaksin palsu mengaku geram dengan pernyataan Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek yang menyebut vaksin palsu tidak memiliki efek kepada anak. Mereka menantang Nila membuktikan ucapannya.

"Kalau memang tidak ada efek, berani tidak Nila Moeloek, kalau dia punya cucu, diberi vaksin palsu," kata Augus Siregar, salah satu orang tua korban vaksin palsu, Sabtu, 16 Juli 2016.

Augus adalah orang tua korban vaksin palsu di Rumah Sakit Harapan Bunda, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Bersama belasan korban lain, dia menyampaikan tuntutannya ke pihak rumah sakit dan Kementerian Kesehatan dalam jumpa pers yang diinisiasi Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA), Seto Mulyadi, di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta.

Dalam kesempatan itu, Augus meminta Nila untuk membuktikan pernyataannya soal dampak vaksin palsu. Selain menantang Nila untuk memberi kerabatnya diberi vaksin palsu, Augus juga ingin bukti lain yang bisa membenarkan pernyataan Nila. "Kami ingin bukti apakah sudah ada riset yang dilakukan. Ini baru berapa hari sudah ada statemen yang bilang tidak ada efek," kata Augus.

Dampak pemberian vaksin palsu utarakan Yati, 37 tahun. Dengan suara terisak dan berurai air mata, dia menceritakan kondisi anaknya yang kini berumur 5 tahun 8 bulan dengan kondisi badan lemah dan keluar masuk rumah sakit. Ini terjadi pada Februari 2015 saat anaknya diminta dokter di RS Harapan Bunda untuk vaksin ulang.

"Saya tanya untuk apa divaksin ulang, dijawab biar daya tubuhnya meningkat. Justru setelah divaksin ulang, daya tahan anak saya drop," kata Yati dengan suara bergetar.

Sejak itu, Yati harus bolak-balik ke rumah sakit merawat anaknya. Ketika kasus vaksin palsu muncul, dia melakukan pemeriksaan terhadap anak. "Setelah dironsen, ternyata kena virus-bakteri," kata Yati.

Augus mengatakan vaksin palsu bisa membahayakan anak-anak di masa depan. "Kita tidak tahu apakah ini ada rencana merusak generasi," kata dia. Sebab, peredaran vaksin palsu sudah berlangsung sejak 2003 di banyak rumah sakit.

Dia mencontohkan hitungan kasar di RS Harapan Bunda, dimana dalam satu hari ada 5 anak yang divaksin. "Kalikan 300 hari dikalikan 10 tahun. Berapa banyak anak-anak Indonesia di masa depan yang akan hilang dengan sendirinya. Ini termasuk genosida," kata Augus.

AMIRULLAH

Berita terkait

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

3 hari lalu

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

Tautan phishing itu berisi permintaan verifikasi data kesehatan pada SATUSEHAT.

Baca Selengkapnya

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

6 hari lalu

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (Bea Cukai) mendapat kritik dari masyarakat perihal sejumlah kasus viral.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

8 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

12 hari lalu

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

Kementerian Kesehatan membantu warga terdampak Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara dengan penyediaan masker.

Baca Selengkapnya

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

12 hari lalu

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes mengirimkan tim khusus ke area banjir Musi Rawas Utara. Salah satu tugasnya untuk antisipasi penyakit pasca banjir.

Baca Selengkapnya

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

22 hari lalu

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

Kementerian Kesehatan mencatat hipertensi menjadi penyakit yang paling banyak ditemui di Pos Kesehatan Mudik Idulfitri 1445 H/2024 M.

Baca Selengkapnya

3 Kunci Penanganan Penyakit Ginjal Kronis Menurut Wamenkes

39 hari lalu

3 Kunci Penanganan Penyakit Ginjal Kronis Menurut Wamenkes

Wamenkes mengatakan perlunya fokus dalam tiga langkah penanganan penyakit ginjal kronis. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Edy Wuryanto Ingatkan Pemerintah Antisipasi Demam Berdarah

40 hari lalu

Edy Wuryanto Ingatkan Pemerintah Antisipasi Demam Berdarah

Banyak rumah sakit penuh sehingga pasien tidak tertampung. Masyarakat miskin kesulitan akses pelayanan kesehatan.

Baca Selengkapnya

Guru Besar FKUI Rekomendasikan Strategi Memberantas Skabies

59 hari lalu

Guru Besar FKUI Rekomendasikan Strategi Memberantas Skabies

Dalam pengukuhan Guru Besar FKUI, Sandra Widaty mendorong strategi memberantas skabies. Penyakit menular yang terabaikan karena dianggap lazim.

Baca Selengkapnya

Peringatan Penyakit Tropis Terabaikan, Mana Saja Yang Masih Menjangkiti Penduduk Indonesia?

31 Januari 2024

Peringatan Penyakit Tropis Terabaikan, Mana Saja Yang Masih Menjangkiti Penduduk Indonesia?

Masih ada sejumlah penyakit tropis terabaikan yang belum hilang dari Indonesia sampai saat ini. Perkembangan medis domestik diragukan.

Baca Selengkapnya