Pemerintah Kaji Penempatan Sea Marshal di Kapal Dagang
Editor
Setiawan Adiwijaya
Sabtu, 16 Juli 2016 08:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah sedang mengkaji opsi penempatan personel bersenjata (sea marshal) di kapal dagang. Hal ini dilakukan terkait dengan kerja sama antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia dalam pencegahan pembajakan kapal yang kian marak di perairan Filipina.
"Sea marshal itu peraturan International Maritime Organization-nya sedang dipelajari dengan cermat supaya tidak melanggar peraturan undang-undang," kata Luhut, Jumat, 15 Juli 2016, di kantor Kementerian Politik, Jakarta.
Namun, yang jelas, Luhut menambahkan, kapal yang membawa 15 persen batu bara ke Filipina akan dikawal personel bersenjata. "Saya tidak bilang personel bersenjata itu TNI atau polisi. Kami sedang mencari formatnya," ujarnya.
Baca Juga: Ryamizard: 6.000 Militer Filipina Kepung Lokasi Sandera
Opsi penempatan sea marshal menjadi salah satu opsi untuk mengamankan jalur ekonomi laut dari tindakan kriminal, seperti perompakan. Opsi lain adalah penetapan jalur aman berlayar kapal oleh pemerintah.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan dua pilihan tersebut akan diputuskan dalam pertemuan menteri pertahanan ketiga negara. Pertemuan akan dilangsungkan di Kuala Lumpur, Malaysia, pekan depan.
Simak: Kapal Berbendera Indonesia Dilarang Berlayar ke Filipina
Untuk pilihan pengamanan koridor laut, Retno menyebutkan sudah ada dasar persetujuan yang jelas dari tiga negara. "Patroli terkoordinasi sudah jelas, tinggal implementasi. Tapi, kan, perlu pembahasan secara teknis," tuturnya dalam jumpa pers, Kamis lalu, di kantornya.
Untuk pilihan penempatan sea marshal, Retno menyebutkan hal itu lebih bersifat eksploratif. "Ada satu panduan di bawah IMO yang kami lihat," katanya.
AMIRULLAH | YOHANES PASKALIS