Ketua Fraksi dan Anggota DPR dari Fraksi PPP Hasrul Azwar dan Arsul Sani mendatangi Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk menjenguk rekannya sesama Fraksi, Fanny Safriansyah alias Ivan Haz, 1 Maret 2016. TEMPO/Destrianita K
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme di DPR bakal berjalan alot. Pembahasan panjang diprediksi akan terjadi pada pasal 43 A. Pasal ini berbunyi penyidik atau penuntut umum dapat mencegah setiap orang tertentu yang diduga akan melakukan aksi terorisme, untuk dibawa ke suatu tempat paling lama enam bulan.
Menurut Arsul Sani, pasal tersebut menggeser paradigma pemberantasan teroris dari sistem peradilan pidana (criminal justice system approaches), menjadi sistem keamanan nasional (national security system). "Padahal (paradigma) itu sudah kita tinggalkan dengan menghapus UU Subversi," kata anggota Panitia Khusus RUU Terorisme ini, saat dihubungi di Jakarta, Kamis 7 Juli 2016.
Fraksi PPP, kata Asrul, tidak ingin memberikan diskresi penegak hukum yang terlalu luas. Ditambah lagi dengan pembahasan perluasan wewenang penegak hukum dalam penangkapan dan penahanan terduga teroris. "Melihat bunyi pasal itu tentu kami harus kritisi, tidak langsung menolak dan tidak langsung menerima," ujar Arsul.
Saat ini, kata dia, setiap fraksi sedang menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Terorisme. "Tinggal nanti pemerintah longgar atau tidak untuk menerima masukan," kata anggota Komisi Hukum tersebut. DIM tersebut, ujar dia, rencananya akan diberikan kepada pemerintah pada akhir Juli 2016.
Pasal Guantanamo sebelumnya juga dikritik beberapa kelompok masyarakat seperti Muhammadiyah. Wakil Ketua Majelis Hukum Muhammadiyah Trisno Raharjo menyatakan pasal ini berpotensi menuduh seseorang sebagai teroris. Direktur Imparsial, Al Araf, juga mendesak pasal 43 A dihapus.
Pembahasan RUU Terorisme kembali mengemuka pasca-serangan bom di Markas Polres Kota Surakarta, Selasa kemarin. Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan insiden tersebut adalah momentum untuk menyelesaikan pembahasan RUU ini.