Sejumlah patung yang menancap pada lumpur yang telah mengering di wilayah Sidoarjo, Jawa Timur, 27 Mei 2016. Semburan lumpur Lapindo telah terjadi selama 10 tahun dan menimbulkan hampir 40.000 korban. Ulet Ifansasti/Getty Images
TEMPO.CO, Sidoarjo – Lapindo Brantas Inc mengklaim tidak ada penurunan tanah akibat semburan lumpur di sekitar pusat semburan. Vice President Corporate Communication Lapindo Brantas Inc. Hesti Armiwulan mengatakan hal itu dibuktikan dengan keberhasilan tim Lapindo mengangkat packer 7 inci dalam proses workover Sumur Wunut 19, yang hanya berjarak sekitar 1,5 kilometer dari pusat semburan.
“Jika benar ada penurunan tanah apalagi patahan, pastilah packer ini tidak akan bisa diangkat dalam proses workover. Ternyata packer-nya bukan hanya bisa diangkat, tetapi kondisi benar-benar sangat bagus,” kata Vice President Corporate Communication Lapindo Brantas Inc. Hesti Armiwulan, Rabu, 22 Juni 2016.
Keberhasilan mengangkat packer yang berukuran 7 inci ini, menurut Hesti, memperkuat bukti-bukti yang pernah disampaikan Lapindo pada Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Timur tentang casing pada sumur-sumur yang ada di Lapangan Wunut dan Tanggulangin.
Hesti mengatakan Sumur Wunut 19 sudah pernah di-workover pada tahun 2013. Hasilnya, kata dia, packer-nya bisa dicabut dengan aman dan peralatan bisa menyentuh dasar sumur. Hal itu, menurutnya, membuktikan sumur-sumur gas Lapindo Brantas yang dibor pada kedalaman 3.000 kaki atau sekitar 1.000 meter tidak terimbas semburan lumpur panas.
Vice President Operations Lapindo Brantas Harsa Harjana mengatakan Lapindo memiliki 21 sumur di Lapangan Wunut dan 5 Sumur di Lapangan Tanggulangin, 3 di antaranya di Desa Kedungbanteng. “Semua sumur itu tidak ada yang terimbas semburan lumpur ataupun deformasi yang sering dibicarakan. Hasil workover pada 2016 ini memperkuat bukti itu," katanya.
Harsa mengatakan selama ini ada asumsi bahwa semburan lumpur telah mengakibatkan penurunan tanah. Alasan itulah, kata dia, yang dipakai untuk mengatakan bahwa rencana pengeboran sumur pengembangan Tanggulangin 10 dan Tanggulangin 6 di Desa Kedungbanteng berbahaya.
Sebelumnya, pakar geologi Pusat Studi Bencana Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang juga ketua tim Kajian bentukan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Amien Widodo, menyebutkan terdapat penurunan tanah dan di sekitar area sumur baru. “Kami sudah mengukur penurunan tanah. Sekarang masuk tahap verifikasi hasil penelitian,” kata Amien pertengahan Mei 2016 lalu.