Tak Setuju Perpu Jokowi, IDI Tolak Kebiri Pemerkosa

Reporter

Editor

Suseno TNR

Kamis, 9 Juni 2016 21:17 WIB

Ilustrasi dokter/kesehatan. Pixabay.com

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Ilham Oetama Marsis mengatakan mendukung pemberian hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual. Namun, IDI tidak bisa begitu saja menerima jika ditunjuk sebagai eksekutor hukuman kebiri kimia. "Kami juga tidak menganjurkan tenaga medis lain melakukannya," kata dia di Kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Jakarta, Kamis, 9 Juni 2016.

Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pridjo Sidipratomo mengatakan, pihak yang paling berkompeten untuk memasukkan bahan kimia ke dalam tubuh manusia adalah dokter. Namun tidak pantas jika seorang dokter ditunjuk sebagai eksekutor hukuman kebiri. "Seorang dokter dilarang melakukan suatu yang bersifat penyiksaan terhadap manusia," kata dia.

Pemberian hukuman kebiri pada pelaku kejahatan seksual pada anak ini ada dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Di tempat yang sama, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia (Persandi) Wimpie Pangkahila mengatakan efek anti-testosteron kepada subyek yang menerimanya memiliki reaksi yang berbeda-beda. Sebab, penggunaan zat kimia itu sangat dipengaruhi kesehatan umum, psikis, dan pengalaman seksual subyek itu sendiri.

Baca: Dokter Pengeksekusi Hukum Kebiri Terancam Langgar Sumpah

"Misal pengalaman seksualnya bagus pasti akan melekat di pusat seks dalam otak," katanya menjelaskan efek kebiri kimia. Menurut Wimpie, hormon testosteron berfungsi membangkitkan libido atau gairah seksual. "Setelah diberikan anti-testeron gairah seks akan berkurang," katanya. Namun reaksinya tidak selalu sama. Bisa saja subjek kebiri tetap memiliki dorongan seksual meski sudah mendapat anti-ttestoreron. "Artinya, obat kebiri harus terus diberikan, tidak cukup hanya sekali," ujar dokter spesialis sistem reproduksi pria ini.

Wimpie mengatakan, setelah wacana hukuman kebiri kepada pelaku pemerkosaan muncul, banyak media massa yang memuat informasi tidak benar. Salah satu stasiun televisi menyebutkan kebiri kimiawi tidak menimbulkan kemandulan. "Itu salah sama sekali," kata Wimpie.

Pemberian anti-testosteron terus-menerus, kata Wimpie, juga menimbulkan efek samping, seperti otot menghilang, lemak bertambah, osteoporosis (tulang keropos), kognisi terganggu, dan anemia. "Kualitas hidup seseorang akan berkurang, cepat tua, dan cepat mati," ucap dia.

Baca: Perpu Kebiri Diteken, Mensos: Selesai Semua Diskusi

Sebuah jurnal internasional, kata Wimpie, pernah menuliskan bahwa anti-testosteron itu seperti kontrasepsi baru bagi pria. Penggunaan antri-testosteron secara rutin selama empat bulan bisa membuat pria tidak lagi memiliki spermatozoa. Namun setelah penggunaan anti-testosteron dihentikan, hormon testosteron kembali normal.

Kesimpulan itu diperoleh dari sejumlah negara yang telah menerapkan hukum kebiri kimia. Namun tidak ada bukti yang menyebutkan apakah penggunaan anti-testoteron itu memberikan efek jera kepada pelaku pemerkosaan.

Wimpie mengatakan Anti-testosteron hanya bekerja jika diberikan bertahun-tahun, namun dalam waktu lama bakal muncul efek samping. Efek samping ini tentunya bukan sekadar menghilangkan nafsu seksual. "Saya kira bukan itu tujuan awalnya," ujar dia.


AKMAL IHSAN | SS

Berita terkait

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

36 hari lalu

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

Selain musim libur panjang Idul Fitri, April juga tengah musim pancaroba dan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan. Berikut pesan PB IDI.

Baca Selengkapnya

Mengenang Perjuangan Tenaga Medis Saat Pagebluk Pandemi Covid-19

13 Maret 2024

Mengenang Perjuangan Tenaga Medis Saat Pagebluk Pandemi Covid-19

Setidaknya ada 731 tenaga medis meninggal saat bertugas pandemi Covid-19, sekitar 4 tahun lalu.

Baca Selengkapnya

IDI Ingatkan Potensi Kenaikan Kasus DBD di Musim Pancaroba

3 Maret 2024

IDI Ingatkan Potensi Kenaikan Kasus DBD di Musim Pancaroba

PB IDI mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap DBD di musim pancaroba seperti sekarang.

Baca Selengkapnya

IDI Peringatkan Potensi Peningkatan Demam Berdarah Hingga Juni

3 Maret 2024

IDI Peringatkan Potensi Peningkatan Demam Berdarah Hingga Juni

IDI peringatkan potensi peningkatan kasus demam berdarah hingga di musim pancaroba

Baca Selengkapnya

Pemerataan Dokter Spesialis Bisa Dimulai dari Dukungan Pemerintah Daerah

23 Februari 2024

Pemerataan Dokter Spesialis Bisa Dimulai dari Dukungan Pemerintah Daerah

Ketua IDI Mohammad Adib Khumaidi mengatakan, pemerintah daerah berperan untuk pemerataan dokter spesialis

Baca Selengkapnya

Prabowo Janjikan Bangun 300 Fakultas Kedokteran, Apa Tanggapan IDI dan IDAI?

8 Februari 2024

Prabowo Janjikan Bangun 300 Fakultas Kedokteran, Apa Tanggapan IDI dan IDAI?

IDI dan IDAI menilai rencana Prabowo mendirikan 300 Fakultas Kedokteran Prabowo bukan solusi yang tepat mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Rokok Elektrik Kena Pajak Mulai 1 Januari 2024, Ketahui Bahaya Memakainya

3 Januari 2024

Rokok Elektrik Kena Pajak Mulai 1 Januari 2024, Ketahui Bahaya Memakainya

Rokok elektrik mulai dikenai pajak pada 1 Januari 2024. Apa bahaya dan efek samping memakai rokok elektrik bagi kesehatan?

Baca Selengkapnya

KPU Akan Memilih Petugas KPPS Berusia Maksimal 50 Tahun

12 Oktober 2023

KPU Akan Memilih Petugas KPPS Berusia Maksimal 50 Tahun

Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan mitigasi kematian pada petugas KPPS akan menjadi perhatian KPU. Terutama bukan berusia 50 tahun ke atas.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Lukas Enembe Ganggu Kenyamanan Tahanan Lain dan Tak Disiplin Konsumsi Obat

5 Agustus 2023

KPK Sebut Lukas Enembe Ganggu Kenyamanan Tahanan Lain dan Tak Disiplin Konsumsi Obat

KPK menerima surat dari tahanan lain yang mengeluhkan keberadaan Lukas Enembe.

Baca Selengkapnya

Saran IDI untuk Cegah Kasus Bullying Dokter Residen

24 Juli 2023

Saran IDI untuk Cegah Kasus Bullying Dokter Residen

Praktik perundungan atau bullying dokter residen sudah puluhan tahun tidak pernah berani diungkapkan.

Baca Selengkapnya