Pasal-Pasal RUU Terorisme Ini Diminta Dihapus

Reporter

Kamis, 9 Juni 2016 17:37 WIB

Anggota polisi satuan Gegana Brimob Polda Metro Jaya, melakukan persiapan sebelum mengikuti simulasi penanganan terorisme di depan para delegasi Senior Official Meeting on Transnational Crimes, di Lapangan Timur Senayan Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis, 26 Mei 2016. Tempo/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Imparsial Al Araf mengatakan ada beberapa pasal yang perlu dihapus atau ditinjau ulang dalam pembahasan Revisi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme. Bila disahkan, RUU itu berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang dari aparat penegak hukum.

Araf mengkritisi dimasukannya keterlibatan Tentara Nasional Indonesia dalam penanganan terorisme. Menurut dia aturan pelibatan militer sudah diatur dalam pasal 7 ayat 2 dan 3 Undang-Undang TNI. “Sehingga tidak perlu lagi dengan UU Terorisme,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 9 Juni 2016.

Pimpinan sidang rapat dengar pendapat umum panitia khusus pembahasan RUU Terorisme Hanafi Rais menambahkan keterlibatan TNI menjadi relevan bila aksi teroris sudah mengarah pada makar. “Kalau tidak sampai ke sana, perlu diatur undang-undang atau Perppu,” tuturnya.

Araf juga meminta dalam revisi undang-undang ini menambahkan kewajiban izin dari pengadilan negeri, bila aparat atau penyidik ingin menyadap. Dalam pasal 31 draft RUU Terorisme berbunyi penyidik berwenang menyadap untuk mengetahui jaringan terorisme.

Selain itu, pasal yang minta dihapus ialah pasal 13A yang terkait penyebaran kebencian. Araf menilai harus diatur lebih ketat dengan menganut prinsip-prinsip konvensi hak sipil, politik dan penghormatan Hak Asasi Manusia. “Supaya tidak membatasi kebebasan berekspresi,” kata dia.

Araf menuturkan masa perpanjangan penahanan tersangka teroris juga harus diatur dengan mekanisme kontrol. Ia menilai secara umum masa penahanan yang ada dalam Undang-Undang Terorisme saat ini sudah cukup. Merujuk di Perancis, di sana ada hakim komisaris yang tiap pekan menilai perlu atau tidaknya penahanan seorang tersangka. “Kalau di Indonesia evaluasinya oleh Komnas HAM, DPR dan pemerintah,” paparnya.

Terakhir, Araf juga meminta pasal ‘Guantanamo’ yaitu pasal 43A dihapus. Pasal ini berbunyi penyidik atau penuntut umum dapat mencegah setiap orang tertentu yang diduga akan melakukan aksi terorisme untuk dibawa ke suatu tempat paling lama enam bulan.

AHMAD FAIZ

Berita terkait

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

44 hari lalu

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

Warga Papua yang diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya. Kejadian penganiayaan dilakukan di wilayah Kabupaten Puncak.

Baca Selengkapnya

Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

44 hari lalu

Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

Kekerasan di Tanah Papua, selalu berulang karena pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan dalam menangani konflik.

Baca Selengkapnya

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

51 hari lalu

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

Imparsial menilai penempatan TNI-Polri di jabatan ASN akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya dwifungsi ABRI.

Baca Selengkapnya

Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

52 hari lalu

Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

Peraturan Pemerintah itu juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, dan sebaliknya.

Baca Selengkapnya

Tolak Rencana TNI Tambah 22 Kodam, Imparsial: Kecenderungan Militer Berpolitik Makin Tinggi

3 Maret 2024

Tolak Rencana TNI Tambah 22 Kodam, Imparsial: Kecenderungan Militer Berpolitik Makin Tinggi

Mabes TNI berencana menambah 22 Kodam menyesuaikan jumlah provinsi di Indonesia

Baca Selengkapnya

Mereka Menentang Pemberian Gelar Jenderal Kehormatan ke Prabowo, dari Kelompok HAM hingga Aktivis 1998

29 Februari 2024

Mereka Menentang Pemberian Gelar Jenderal Kehormatan ke Prabowo, dari Kelompok HAM hingga Aktivis 1998

Pemberian gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo melukai hati keluarga korban penghilangan paksa aktivis 1997-1998.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Mirage oleh Kemenhan ke KPK

13 Februari 2024

Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Mirage oleh Kemenhan ke KPK

Menurut Julius, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan telah mengumpulkan bukti-bukti dan dokumentasi sebelum melaporkan kasus itu ke KPK.

Baca Selengkapnya

Respons Luhut Soal Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Begini Kata Para Aktivis HAM

9 Januari 2024

Respons Luhut Soal Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Begini Kata Para Aktivis HAM

Sejumlah pihak menanggapi vonis bebas terhadap penggiat HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Apa tanggapan Luhut dan para aktivis?

Baca Selengkapnya

Imparsial Nilai Prabowo Tak Tawarkan Perubahan yang Nyata dalam Penanganan Konflik Papua

13 Desember 2023

Imparsial Nilai Prabowo Tak Tawarkan Perubahan yang Nyata dalam Penanganan Konflik Papua

Ghufron menilai Prabowo Subianto tidak memiliki gagasan orisinal dalam menanggapi kasus pelanggaran HAM dan konflik di Papua

Baca Selengkapnya

Kecam Intimidasi Aparat terhadap Ketua BEM UI, Koalisi Sipil: Upaya Elit Merepresi Kritik Publik

10 November 2023

Kecam Intimidasi Aparat terhadap Ketua BEM UI, Koalisi Sipil: Upaya Elit Merepresi Kritik Publik

Koalisi Sipil mengecam intimidasi terhadap Ketua BEM UI sekaligus meminta aparat pertahanan dan keamanan menghentikan intimidasi ke masyarakat sipil.

Baca Selengkapnya