Dewan Pers Siapkan Pedoman Peliputan Kekerasan Seksual  

Reporter

Rabu, 1 Juni 2016 18:17 WIB

Mantan Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara (kanan), bersama Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, beri keterangan kepada media perihal pemeriksaan saksi ahli dewan pers yang diperiksa oleh penyidik bareskrim Polri terkait majalah TEMPO di gedung dewan pers, Jakarta, 3 Maret 2015. Tempo/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pers tengah menyiapkan pedoman peliputan korban kekerasan. Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan pedoman ini merupakan turunan dari kode etik jurnalistik yang dinilai masih umum. "Ada sekitar 12 tema, tapi kami masih membicarakan dengan anggota dewan pers lainnya," kata Yosep dalam acara Analisa Media yang digelar Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan di Jakarta, Rabu, 1 Juni 2016.

Dua tema yang masuk pedoman itu ialah perlindungan saksi dan korban serta pelaku kriminalitas di bawah umur. Secara umum, pedoman tersebut diperlukan untuk memberikan arah kepada jurnalis dalam meliput peristiwa yang menyangkut kekerasan. "Termasuk kekerasan seksual," ucapnya.

Langkah pembuatan pedoman peliputan sebelumnya dilontarkan Komnas Perempuan. Hal itu dilatarbelakangi hasil kajian Komnas mengenai “Sejauh Mana Media Telah Memiliki Perspektif Korban Kekerasan Seksual?”. Komnas menyimpulkan, masih banyak media yang mengangkat tema pemerkosaan.

Selain itu, media belum memenuhi kaidah kode etik ketika meliput kekerasan seksual. Lalu, media belum menuliskan berita bagi pemenuhan hak korban. Terakhir, media masih menggiring pembaca membuat stereotipe dan menghakimi korban.

Dari hasil kajian itu, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menyatakan Dewan Pers bisa menegur media yang tidak memenuhi kode etik. Ada sembilan media yang masuk dalam kajian, yaitu Kompas, Media Indonesia, Tempo.co, Jakarta Globe, Jakarta Post, Pos Kota, Indopos, Republika, dan Koran Sindo.

Salah satu fokus kajian menyangkut pemenuhan kode etik. Dari sembilan media, 31 persen masih mengungkap identitas korban. Lalu, 38 persen mencampurkan fakta dan opini, 20 persen mengungkap identitas pelaku anak, dan 11 persen mengandung informasi cabul atau sadis.

Sementara itu, pengurus Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Hesthi Murti, menyatakan ada pemberitaan yang beda antara media cetak dan online. Menurut dia, media online dituntut lebih cepat, bahkan cenderung tergesa-gesa. Karena itu, Ketua Bidang Perempuan dan Anak itu meminta awak media bekerja lebih cermat. "Kami minta Dewan Pers lebih aktif mengawasi karena praktek media sudah jauh dari ideal," tuturnya.

ADITYA BUDIMAN

Berita terkait

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

14 jam lalu

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

Dalam waktu berdekatan tiga RUU DPR mendapat sorotan publik yaitu RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Ragam Pendapat Soal Implikasi RUU Penyiaran terhadap Kebebasan Pers

1 hari lalu

Ragam Pendapat Soal Implikasi RUU Penyiaran terhadap Kebebasan Pers

Pakar mengingatkan konsekuensi hukum dari RUU Penyiaran, yang dapat meningkatkan risiko kriminalisasi terhadap jurnalis.

Baca Selengkapnya

Draf Revisi UU Penyiaran Tuai Kritik, Komisi I DPR Buka Ruang Masukan dari Publik

2 hari lalu

Draf Revisi UU Penyiaran Tuai Kritik, Komisi I DPR Buka Ruang Masukan dari Publik

Komisi I DPR RI membuka ruang seluas-luasnya bagi masukan dari publik dalam pembahasan revisi UU Penyiaran

Baca Selengkapnya

Tanggapi RUU Penyiaran, Pakar Media Unair Singgung Peran KPI dan Dewan Pers

2 hari lalu

Tanggapi RUU Penyiaran, Pakar Media Unair Singgung Peran KPI dan Dewan Pers

RUU Penyiaran disarankan mendukung ekosistem digital dan tidak menghambat penyebaran informasi.

Baca Selengkapnya

Hujan Kritik RUU Penyiaran, Akademisi Ingatkan Potensi Kriminalisasi Pers

2 hari lalu

Hujan Kritik RUU Penyiaran, Akademisi Ingatkan Potensi Kriminalisasi Pers

Sejumlah Pasal dalam RUU Penyiaran, yang dinilai membungkam pers, berpotensi memudahkan pemerintah untuk membatasi produk jurnalistik.

Baca Selengkapnya

Komunitas Pers Ramai-ramai Tolak RUU Penyiaran: Ini Kata AMSI, AJI, IJTI, PWI, dan Konstituen Dewan Pers Lain

3 hari lalu

Komunitas Pers Ramai-ramai Tolak RUU Penyiaran: Ini Kata AMSI, AJI, IJTI, PWI, dan Konstituen Dewan Pers Lain

Konstituen Dewan Pers ramai-ramai tolak RUU Penyiaran yang bisa mengekang kemerdekaan pers. Apa kata AJI, PWI, IJTI, AMSI dan lainnya?

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Tegas Tolak RUU Penyiaran, Ini 7 Poin Catatannya

3 hari lalu

Dewan Pers Tegas Tolak RUU Penyiaran, Ini 7 Poin Catatannya

Dewan Pers menolak draf RUU Penyiaran. Berikut 7 poin lengkap catatan penilakannya.

Baca Selengkapnya

Komisi I DPR Pastikan Akan Bahas RUU Penyiaran dengan Dewan Pers

3 hari lalu

Komisi I DPR Pastikan Akan Bahas RUU Penyiaran dengan Dewan Pers

DPR sebut saat ini RUU Penyiaran masih dalam bentuk draf dan belum sampai ke pembahasan. Terlalu dini untuk kritik pasal-pasal yang dimuat.

Baca Selengkapnya

Komisi I DPR Pastikan UU Pers Masuk Konsideran draf RUU Penyiaran

3 hari lalu

Komisi I DPR Pastikan UU Pers Masuk Konsideran draf RUU Penyiaran

DPR membantah pembahasan draf revisi Undang-Undang Penyiaran atau RUU Penyiaran tidak memasukkan UU Pers sebagai konsideran.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Setuju Tak Ada Pembatasan dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

3 hari lalu

Anggota DPR Setuju Tak Ada Pembatasan dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Politikus PKS di DPR menegaskan larangan terhadap jurnalisme investigasi di RUU penyiaran tak tepat dan akan ditentang.

Baca Selengkapnya