DPR Gelar Dialog Revisi UU Pemberantasan Terorisme  

Reporter

Editor

Agung Sedayu

Selasa, 31 Mei 2016 12:56 WIB

Anggota polisi satuan Gegana Brimob Polda Metro Jaya, melakukan persiapan sebelum mengikuti simulasi penanganan terorisme di depan para delegasi Senior Official Meeting on Transnational Crimes, di Lapangan Timur Senayan Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis, 26 Mei 2016. Tempo/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat hari ini mengundang sejumlah tokoh dan ormas agama untuk berdialog terkait dengan pembahasan perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Turut hadir dalam rapat dengar pendapat ini di antaranya perwakilan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Front Pembela Islam (FPI), dan Asosiasi Indonesia Damai (Aida).

"Apa yang disampaikan nanti sangat penting sebagai masukan penyempurnaan undang-undang," ujar Ketua Tim Panitia Khusus (Pansus) Revisi UU Pemberantasan Terorisme Muhammad Syafii dalam rapat dengar pendapat, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2016.

Syafii berujar pandangan dan saran yang didapat dalam rapat hari ini akan menjadi masukan bagi parlemen sebelum pembahasan undang-undang dimulai. "Kita harus komitmen undang-undang ini untuk melindungi, bukan untuk menyiksa bangsa kita," ucapnya.

Wakil Ketua ICMI Priyo Budi Santoso menuturkan pihaknya meminta DPR berhati-hati dalam memastikan setiap pasal yang terkait dengan pemberatan sanksi. Menurut dia, pada dasarnya ICMI menyetujui semangat revisi UU Pemberantasan Terorisme itu.

"ICMI ingin pastikan tidak ada pasal yang bersifat karet atau multitafsir," ucap Priyo. ICMI mengingatkan agar setiap pasal memiliki terjemahan definitif, khususnya pasal-pasal yang bersifat berat.

Priyo mengatakan jangan sampai terulang peristiwa asal tangkap. Klausul terkait dengan penghormatan terhadap HAM, nilai-nilai, dan kebebasan sipil juga harus dijunjung tinggi. "UU ini kami usulkan cepat atau lambat jangan ditunda, berat enggak berat putuskan," tuturnya.

Sementara itu, juru bicara FPI, Munarman, menyoroti mekanisme penetapan daftar kelompok atau individu yang dianggap terlibat dalam terorisme. "Ini daftarnya yang kita punya dari PBB, lalu PBB dapat dari Amerika Serikat, nah ini bias karena berasal dari luar," katanya.

Selanjutnya, FPI juga mengusulkan peninjauan kembali setiap pasal agar tidak bertentangan dengan hukum internasional dan nasional. "Aparat hukum juga harus dilatih dalam memberantas kejahatan agar tidak melakukan penyiksaan," ujarnya.

GHOIDA RAHMAH

Berita terkait

LPSK Desak Jokowi Teken Revisi PP Kompensasi Korban Teror

13 Desember 2019

LPSK Desak Jokowi Teken Revisi PP Kompensasi Korban Teror

LPSK mendesak Jokowi segera meneken revisi aturan soal kompensasi korban teror masa lalu.

Baca Selengkapnya

KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi

26 Mei 2018

KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi

Pengawasan penting untuk menjamin tidak terjadinya praktik penyiksaan dalam proses pemberantasan terorisme.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Undang-undang Tidak Secara Otomatis Menekan Terorisme

26 Mei 2018

Pengamat: Undang-undang Tidak Secara Otomatis Menekan Terorisme

Bisa saja Undang-Undang Terorisme secara substansi baik tapi implementasinya di lapangan berjalan bias.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Antiterorisme, SBY: Kewenangan Menyadap Harus Tepat

25 Mei 2018

Revisi UU Antiterorisme, SBY: Kewenangan Menyadap Harus Tepat

SBY setuju aparat penegak hukum mendapat kewenangan yang cukup seperti penyadapan dalam mendeteksi, mencegah dan menggagalkan aksi teror.

Baca Selengkapnya

Australia Libatkan Militer untuk Melawan Terorisme

17 Juli 2017

Australia Libatkan Militer untuk Melawan Terorisme

Australia akan memberi kewenangan kepada militer untuk turut melawan terorisme bersama aparat kepolisian.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Terorisme, Bambang: Soal Peran TNI Hampir Sepakat  

10 Juli 2017

Revisi UU Terorisme, Bambang: Soal Peran TNI Hampir Sepakat  

Bambang mengungkapkan fraksi di DPR mulai memahami kenapa peran TNI dibutuhkan untuk pemberantasan terorisme.

Baca Selengkapnya

Wiranto: Revisi UU Terorisme Untuk Mencegah Teroris 'Lone Wolf'  

3 Juli 2017

Wiranto: Revisi UU Terorisme Untuk Mencegah Teroris 'Lone Wolf'  

Menurut dia, aturan pemberantasan terorisme yang sudah diperbaiki bisa dipakai untuk mengatasi pergerakan teroris, termasuk yang bersifat individu.

Baca Selengkapnya

Alasan Ryamizard Ingin TNI Dilibatkan dalam Memberantas Terorisme

15 Juni 2017

Alasan Ryamizard Ingin TNI Dilibatkan dalam Memberantas Terorisme

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menekankan bahwa terorisme harus dihadapi secara total.

Baca Selengkapnya

Masyarakat Sipil Tolak Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme

9 Juni 2017

Masyarakat Sipil Tolak Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme

Pelibatan TNI seperti termuat dalam RUU Antiterorisme dinilai akan merusak sistem penegakan hukum dan mengancam HAM.

Baca Selengkapnya

TNI Dilibatkan Atasi Teroris, BIN: Terutama di Area Medan Berat  

3 Juni 2017

TNI Dilibatkan Atasi Teroris, BIN: Terutama di Area Medan Berat  

Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto menyorot pentingnya peran TNI menghadapi aksi terorisme di area sulit seperti pegunungan.

Baca Selengkapnya