Front Page Cantik. Dikebiri, Lalu Kemayu. Shutterstock.com
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi pemberdayaan perempuan, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum cukup melindungi korban kekerasan seksual. Perpu itu masih berorientasi pada pelaku, bukan korban.
"Mereka (korban) jumlahnya ratusan, mau dikemanakan?" ucap Saras di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 26 Mei 2016. Menurut Saras, pemerintah harus memasukkan detail restitusi dalam UU Perlindungan Anak, seperti halnya dalam UU Tindak Pidana Perdagangan Orang. "Di TPPO ada, tapi di sini (UU Perlindungan Anak) malah tidak ada," ujarnya.
Ketentuan restitusi dapat menunjukkan anggaran negara hadir untuk melindungi korban kekerasan seksual. Adanya restitusi memungkinkan korban mendapat rehabilitasi total. "Hanya ada denda, tapi tidak ada rincian berapa yang diberikan kepada korban untuk rehabilitasi fisik dan mental," tutur keponakan Prabowo Subianto tersebut.
Saras menambahkan, aturan mengenai orientasi bagi korban akan tertuang dalam UU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Adapun terkait dengan pemberatan hukuman dalam perpu itu, Saras meminta rehabilitasi bagi pelaku tetap diutamakan. Pasalnya, kondisi sistem lembaga permasyarakatan saat ini membuka potensi pelaku mengulangi perbuatannya. "Masuk penjara masih kelas teri, keluar penjara menjadi kelas kakap," kata artis film Gunung Emas Almayer ini.
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
2 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.