Revisi UU Antiterorisme, DPR Berfokus pada Tiga Hal Ini

Reporter

Rabu, 25 Mei 2016 15:06 WIB

Sejumlah anggota kepolisian bersenjata lengkap berjaga di lokasi penangkapan terduga teroris, Kampung Mondokan, Laweyan, Solo, Jateng, Minggu (23/9). ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini sedang membahas perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ada tiga hal penting yang menjadi fokus Tim Panitia Khusus (Pansus), yaitu pemberantasan terorisme, penegakan hukum, dan perlindungan hak asasi manusia.

Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii mengatakan pihaknya sepakat untuk menyelesaikan pembahasan secara tepat waktu. Meski demikian, mereka tidak ingin terburu-buru. "Masih banyak dibutuhkan masukan dari stakeholder dan masyarakat agar lebih komprehensif. Banyak yang harus diakomodasi," ujarnya di sela seminar nasional, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 Mei 2016.

Terkait dengan hal ini, Syafii berujar, sedari awal harus ada sosialisasi agar masyarakat tak terpengaruh ajakan kelompok terorisme.

Selanjutnya, politikus Partai Gerindra ini menyoroti subyek yang disebut sebagai teroris. "Siapa yang kita sebut sebagai teroris ini menjadi bias. Kemudian orang ditangkap dan mengalami kekerasan sebelum terbukti (sebagai teroris)," kata Syafii.

Perlindungan HAM juga harus dijunjung sejak proses penangkapan, pemeriksaan, sampai penuntutan dan penahanan. Perlindungan HAM lain, yang juga tak boleh diabaikan, menurut Syafii, adalah Densus 88 atau aparat yang menangani kasus terorisme. "Mereka kan punya keluarga, takut juga dong ketika sedang bertugas. Nah, ini harus dilindungi."

Korban terorisme, menurut Syafii, membutuhkan perhatian. Di antaranya terkait dengan penanggung jawab risiko, kompensasi, dan rehabilitasi korban. "Tapi, sebelum itu, harus ada yang kita tetapkan sebagai korban, apa haknya, siapa yang mengeksekusi hak itu."

Selanjutnya, dalam revisi UU Terorisme, diperlukan mekanisme harmonisasi Densus 88 dengan lembaga atau aparat lain, misalnya dengan TNI. "Sebab, mungkin saja ada yang melibatkan TNI karena ada hal-hal khusus yang tidak bisa dilakukan Densus sendirian," kata Syafii.

Kemudian, DPR mengusulkan dibentuknya tim pengawas khusus untuk mengaudit anggaran operasi terorisme agar transparan. Salah satunya untuk mencegah gratifikasi.

Tak hanya itu, tim tersebut dibutuhkan untuk mengawasi ketepatan operasi terorisme serta memastikan tidak ada penyalahgunaan aturan dan pelanggaran HAM. Menurut Syafii, dewan pengawas, yang di antaranya akan terdiri atas pakar dan akademikus itu, akan menggunakan sistem penjaringan di lembaga lainnya, seperti di kepolisian.

Terakhir, Syafii menjelaskan perihal penanganan terorisme dalam dunia maya atau cyber crime. Hal ini khususnya terkait dengan pelacakan aliran dana atau mekanisme pengumpulan dana masal untuk terorisme. "Dibutuhkan penanganan yang profesional sehingga kita bisa mencegah adanya penyalahgunaan," ucapnya.

GHOIDA RAHMAH

Berita terkait

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

2 jam lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

1 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

2 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

2 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

2 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

3 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

3 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

4 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

7 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

7 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya