Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti saat menemui Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 20 April 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagulung mengaku kebingungan dan kesulitan mencari terpidana kasus korupsi Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia dan Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti. Meski diketahui masih di Singapura, lokasi persis La Nyalla masih misterius.
"Mau bagaimana lagi kalau lokasi pastinya gak tahu? Kan kami juga gak bisa langsung ke Singapura. Otoritas Singapura juga belum tentu mau kerja sama," ujar Maruli kepada Tempo, Senin, 16 Mei 2016.
Perseteruan La Nyalla dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur bermula sejak 16 Maret 2016. Saat itu Kejaksaan menetapkan La Nyalla sebagai tersangka korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur. La Nyalla disangka melakukan korupsi terkait dengan pembelian saham perdana Bank Jatim sebesar Rp 5,3 miliar pada 2012.
Dari pembelian saham itu, La Nyalla disebut meraup keuntungan Rp 1,1 miliar. Dana pembelian saham itu merupakan bagian dari dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dari 2011 sampai 2014 senilai Rp 48 miliar.
Hingga saat ini La Nyalla masih dalam persembunyian di Singapura. Posisi pastinya tak diketahui meski beragam pembatasan telah dilakukan mulai dari memblokir rekening hingga mencabut paspor agar dia tidak bisa memperpanjang masa tinggal. Namun, La Nyalla bergeming dan tetap bertahan dalam persembunyiannya.
Selain kesulitan mencari posisi La Nyalla, ujar Maruli, pihaknya juga kesulitan karena status red notice untuk La Nyalla tak kunjung jelas. Padahal, permohonan sudah disampaikan beberapa pekan yang lalu dan sudah sampai ke kantor pusat Interpol pula. Namun, sampai saat ini, belum ada pemberitahuan apakah red notice itu sudah keluar atau belum.
Maruli mengaku saat ini akan fokus dahulu terhadap proses praperadilan La Nyalla terbaru. Namun, proses itu sendiri pun, kata Maruli, ia meragukan obyektivitasnya apabila berkaca pada praperadilan sebelumnya.
"Makanya kami minta Pasal 220 KUHAP dibacakan sebelum sidang. Pasal itu menyatakan hakim tidak berwenang menyidangkan perkara jika ada kepentingan. Nah kepentingan hakim (Mangapul Girsang) sudah keliatan kok," ujar Maruli tidak menjelaskan lebih lanjut.