Fadli Zon dalam jumpa pers terkait pertemuan dengan Donald Trump di Senayan, Jakarta, 14 September 2015. Fadli dan rombongan yang bertemu Trump mengaku tak masalah pertemuan tersebut bakal diusut Mahkamah Kehormatan DPR. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Fadli Zon, politikus Partai Gerindra yang menjadi Wakil Ketua DPR, mengaku bersyukur sebanyak sepuluh warga negara Indonesia bisa bebas dari tawanan kelompok militan Abu Sayyaf.
"Kita harus bersyukur sepuluh WNI bisa bebas dari Abu Sayyaf, sekalipun masih simpang siur ada tebusan apa tidak. Lalu terlalu banyak yang mengklaim dari pemerintah dan non-pemerintah," ujar Fadli di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 2 Mei 2016.
Dia mengemukakan bahwa pendekatan kepada kelompok Abu Sayyaf perlu dilakukan lewat jalur jalur nonformal ketimbang melibatkan militer. Begitu pun dengan upaya pembebasan empat WNI yang kini masih di tangan kelompok tersebut.
"Pendekatan kepada Abu Sayyaf melalui jalur nonformal, orang-orang yang punya kontak dengan pihak kita. Sekarang fokusnya pada empat lagi. Harus melalui lobi dan negosiasi yang sama. Sebab, kita tidak bisa melalui intervensi militer," katanya.
Terlepas adanya bantuan dari luar pemerintah dalam upaya pembebasan, Fadli meyakini pemerintah ikut serta menjalankan proses negosiasi. "Saya yakin pemerintah ikut menjalankan proses negosiasi. Kelompok Abu Sayyaf sejak 1990 sudah ada. Tentara Filipina tidak bisa lakukan intervensi semudah itu," tutur Fadli.
Sebanyak sepuluh anak buah kapal yang disandera telah tiba di Tanah Air melalui Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Minggu, 1 Mei 2016, pukul 23.30. Para sandera itu langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto untuk pengecekan kesehatan.