Ketua Baleg DPRD DKI Mohamad Taufik setibanya di Gedung KPK, Jakarta, 18 April 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi terus mendalami kasus suap pembahasan rancangan peraturan daerah soal reklamasi yang menyeret anggota DPRD DKI Jakarta. Suap itu diduga terjadi karena adanya ketidaksepakatan antara eksekutif dan anggota Dewan soal biaya kontribusi yang wajib dikeluarkan pengembang.
Ketua Baleg DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan perdebatan pembahasan raperda reklamasi terus berlanjut meskipun perkara kontribusi sudah ditetapkan di dalam peraturan gubernur. Kali ini masalah perizinan. "Izin pelaksanaan sama izin reklamasi karena perda itu perda tata ruang, bukan perda izin. Kita enggak mau masukin izin," ujarnya di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 28 April 2016.
Hari ini, untuk kelima kalinya, lembaga antirasuah memeriksa Taufik. Ia diperiksa sebagai saksi untuk adiknya, Mohamad Sanusi, yang menjadi tersangka penerima suap.
Sanusi menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta. Pengacara politikus Gerindra itu, Irsan Gusfrianto, mengatakan bahwa kliennya pernah diajak Taufik bertemu dengan bos Agung Sedayu, Sugianto Kusuma alias Aguan, di rumahnya.
Pertemuan tersebut juga dihadiri anggota DPRD lainnya, yaitu Selamat Nurdin, Mohamad Sangaji, dan Prasetyo Edi Marsudi. Mereka membahas soal kontribusi sebesar 15 persen yang diminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Pertemuan itu terbongkar setelah KPK mencokok Sanusi. Ia kedapatan menerima duit dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, yang diberikan melalui karyawannya, Trinanda Prihantoro. Hingga saat ini, KPK baru menetapkan Sanusi, Ariesman, dan Trinanda sebagai tersangka.