Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI, Tuty Kusumawati. ANTARA/Rosa Panggabean
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati pada Selasa, 26 April 2016. Tuty diperiksa dalam kasus dugaan suap pembahasan rancangan peraturan daerah tentang zonasi wilayah pesisir pantai utara Jakarta.
Tuty tiba sekitar pukul 10.15 WIB. Ia menggunakan kemeja batik cokelat, senada dengan warna jilbabnya. Tuty enggan berkomentar saat bertemu dengan wartawan. "Iya, iya nih, nanti yah" katanya sambil menebar senyum.
Ini adalah pemanggilan ketiga Tuty di KPK. Sebelumnya, pada 15 dan 7 April 2016, penyidik KPK memanggil Tuty. Pada 15 April lalu, anak buah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama itu mengaku ditanya perihal kontribusi 15 persen dari nilai jual obyek pajak (NJOP) dalam pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta.
Pada 7 April, Tuty dipanggil KPK bersama Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta Heru Budi Hartono; Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil periode 2010-2015 Sudirman Saad; dan Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah DKI, Gamal Sinurat.
Hari ini KPK juga menjadwalkan memanggil Gamal Sinurat dan Kepala Subbidang Penataan Ruang Pertamanan dan Pemakaman Bappeda Feirully Irzal.
Hingga saat ini, KPK baru menetapkan tiga tersangka terkait dengan kasus suap raperda pantai utara Jakarta. Mereka adalah Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja; Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi; dan karyawan PT Agung Podomoro, Trinanda Prihantoro.
Kasus suap ini terungkap saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 31 Maret 2016. Dalam operasi itu, KPK mencokok Mohamad Sanusi dan seorang wiraswasta. Keduanya ditangkap saat bertransaksi di pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan pada pukul 19.30 WIB.
Dalam OTT tersebut, KPK berhasil mengamankan barang bukti uang Rp 1,140 miliar. Uang tersebut terdiri atas pecahan Rp 100 ribu dan US$ 100 berjumlah 80 lembar. Saat ditangkap, Sanusi baru menerima suap Rp 1 miliar.
Sebelumnya, Sanusi menerima duit Rp 1 miliar pada 28 Maret 2016. Uang suap pertama tersisa Rp 140 juta. Total uang yang diterima Sanusi Rp 2 miliar.