TEMPO Interaktif, Jambi: Berdasarkan penelitian Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi (KKI Warsi), hulu Sungai Batanghari kini kondisinya kritis. Penyebabnya, kawasan hutan produksi mengalami degradasi oleh proyek perkebunan kelapa sawit.Sungai terpanjang di Pulau Sumatera itu setiapsaat menebar ancaman bencana seperti banjir dan tanah longsor. Daerah serapan air sekitar 5 juta hektare terus merosot. "Diperkirakan pada 2011 akan tersisa 46,9ribu hektare," kata Mahendra Taher, KoordinatorProgram Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, kepada Tempo di Jambi, Kamis. Sungai Batanghari berada di dua daerah Provinsi Jambi danSumatera Barat. Apabila kerusakannya tidak segera diatasi, kata Taher, puluhan ribu hektare sawah yang menghasilkan 600 ribu ton gabah kering per tahun akan terancam. Kemampuan Sungai Batanghari menyimpan air di musimkemarau kini jauh berkurang. Kedalaman sungai semula 10-12 meter kini tinggal 5-6 meter. Adapun luas daerah tangkapan air (water catchment area) sekitar 4,9 juta hektare.Sungai Batanghari dimanfaatkan petani diJambi dan Sumatera Barat untuk memenuhi kebutuhanirigasi lahan pertanian mereka. Untuk irigasi teknis mampu mengairi lahan sawah seluas 10.388 hektare,irigasi semi teknis seluas 12.800 hektare, irigasisederhana 11.758 hektare, serta irigasi swadaya seluas26.108 hektare. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman PanganPropinsi Jambi, terdapat lahan potensial yang dapat dijadikan sawah sekitar 100 ribu hektare di luar lahan tidur. Di masa persawahan itu diperkirakan berkurang. Untuk mendorong pemanfaatan Sungai Batanghari secaraoptimal, sejak 2002 KKI Warsi menawarkan pendekatan bioregion, yakni pengelolaan kawasan tanahdan air dalam kawasan aliran sungai secara terpadu. Artinya pengelolaan kawasan tanpa ditentukan batasan wilayah admnistrasiatau politik. Melainkan hanya berdasarkan geografis dan sistem ekologi.Syaipul Bakhori