Presiden Joko Widodo atau Jokowi berdialog dengan Suku Anak Dalam di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi, Jumat, 30 Oktober 2015. Dok. Tim Komunikasi Presiden
TEMPO.CO, Nusa Dua - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengaku pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup urung dilakukan. Namun, sebagai gantinya, KLHK tengah merancang peraturan baru untuk mencegah pembakaran hutan.
“Kami sedang merancang peraturan KLHK tentang kearifan lokal,” ujar Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hadi Daryanto dalam ICOPE 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis, 17 Maret 2016.
Hadi mengungkapkan, wacana tersebut sudah dibahas sejak Balthasar Kambuaya menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup. Dia menuturkan pembahasan itu kini sudah rampung dan siap dikodifikasi. “Kemarin sudah final. Saya sudah lapor Bu Menteri dan dia sudah baca,” katanya.
Dia menyebut, aturan tersebut tidak hanya dibuat oleh kementerian, tapi juga menggandeng akademikus dan peneliti. “Ada peneliti dari LIPI dan akademikus dari Universitas Padjadjaran,” ucapnya.
Ketika ditanya apa isi aturan tersebut, Hadi enggan membeberkan secara rinci. Namun dia hanya memberikan beberapa poin saja. Pertama, aturan tersebut akan mengakui pengampu kearifan lokal. Kedua, tentang kegiatan-kegiatannya, termasuk soal penggunaan lahan.
Terakhir, soal, sharing benefit, “Karena ada Protokol Nagoya,” tuturnya. Dia mengatakan jangan sampai kearifan lokal diambil dan diperjualbelikan. Dan masyarakat adat tidak mendapatkan keuntungan sedikitpun. “Ada bangunan dari kearifan lokal yang harus kita akui dan lindungi.”
Hadi menyebut peraturan ini merupakan salah satu alternatif dari opsi merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mentok dan tidak dilanjutkan pembahasannya.
Adapun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 69 Ayat 2 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini berbunyi, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan asal memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing.