Wakil Ketua DPR Fadli Zon memakai jam tangan Hublot Spirit of Big Bang King Gold Ceramic saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai pertemuan dengan Donald Trump di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 14 September 2015. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengatakan rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah sebaiknya tidak memberatkan calon independen. Fadli menuturkan, dalam menetapkan syarat persentase dukungan untuk calon independen, sebaiknya berkonsultasi dengan pakar dan survei terlebih dahulu.
Konsultasi tersebut bertujuan mengetahui seberapa besar syarat dukungan yang masih bisa dipenuhi calon perseorangan. "Saya kira tidak bisa juga memberatkan calon independen yang kemudian nanti malah tidak ada calon independen," kata Fadli saat ditemui di Gedung DPR MPR, Jakarta, 16 Maret 2016. BACA: Revisi UU Pilkada, Kenapa DPR Perberat Syarat Calon Independen
Dengan kondisi saat ini, Fadli menganggap syarat yang harus dipenuhi calon perseorangan sudah cukup berat, begitu pula dengan syarat untuk partai politik. "Syarat parpol cukup berat untuk memperoleh kursi di DPRD, prosesnya panjang. Perseorangan pun sama karena individual," tuturnya.
Menurut Fadli, calon independen menunjukkan semangat seseorang dalam mencalonkan diri dan sudah terakomodasi dalam undang-undang. "Masalah persentase, saya kira untuk yang saat ini masih memungkinkan (dipenuhi calon independen), tapi bila kawan-kawan lain menginginkan untuk dinaikkan, ya, itu sah-sah saja," ujarnya. BACA: Revisi UU Pilkada untuk Jegal Ahok?
Revisi undang-undang pilkada untuk meningkatkan persyaratan calon independen dengan alasan proporsionalitas adalah hal yang wajar. Sebab, pencalonan melalui jalur perseorangan diperbolehkan dalam undang-undang. "Dinamika ini belum selesai, dan kita lihat sejauh mana, apakah syarat-syarat itu dinaikkan, tetap, atau dikurangi," kata Fadli.
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon, memimpin pertemuan bilateral yang penting dengan Delegasi Parlemen Myanmar dalam Pengasingan di Sidang Parlemen Dunia (IPU) di Jenewa, Swiss.