Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj (kanan) menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, 24 Desember 2014. Kunjungan Presiden Joko Widodo ke PBNU untuk meraih dukungan soal hukuman mati bagi terpidana pengedar narkoba dan upaya gerakan deradikalisasi di Indonesia. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, nanti akan dibangun tempat khusus untuk program deradikalisasi. "Kegiatan di sana untuk program yang sudah diklasifikasi radikal agar dapat program yang holistik dan terpadu," kata Yasonna saat ditemui di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Rabu, 24 Februari 2016.
Yasonna menjelaskan bahwa program ini akan melibatkan ahli-ahli agama dan psikolog sebagai bentuk dari program deradikalisasi itu. Ia juga mengatakan alasan dibuat sendiri tempat itu karena sumber daya di lembaga pemasyarakatan tak memungkinkan melakukan itu.
Ia menuturkan saat itu ada orang-orang yang ditugaskan melakukan deradikalisasi kepada para teroris, tapi justru orang itu yang menjadi radikal. "Karena sudah ada tiga orang yang dimaksud melakukan pembinaan, malah dia yang terbina," ujar Yasonna.
Untuk mengantisipasi hal itu terjadi lagi, maka dibuatlah tempat deradikalisasi yang terpisah dengan LP. Mengenai LP teroris, Yasonna mengungkapkan hal itu tak ada dalam rencananya. "Jadi bukan LP teroris, tapi dibuatkan blok khusus."
Yasonna menambahkan, hal itu dilakukan agar para teroris tak bercampur dengan orang lain. Karena ditengarai, jika itu dilakukan, para teroris bisa mempengaruhi orang lain. "Jadi ada blok-blok khusus, yang maximum security."
Pemerintah berencana membuat penjara khusus bagi narapidana kasus terorisme agar perekrutan teroris baru di dalam bui tak terjadi lagi. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan nantinya ada pemisahan antara narapidana tindak pidana umum dan napi kasus luar biasa, seperti narkotik serta terorisme.
Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku tak setuju dengan usul itu. Dia khawatir para teroris bisa membuat sindikat baru jika dikumpulkan dengan para narapidana kasus serupa.