IPK Indonesia Baru 36, Revisi UU KPK Nanti Dulu  

Reporter

Editor

Elik Susanto

Senin, 22 Februari 2016 23:05 WIB

Ketua KPK, Agus Rahardjo didampingi Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menyampaikan pernyataaan disela aksi membunyikan kentongan bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi di gedung KPK, Jakarta, 16 Februari 2016. Dalam aksi tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorpsi mendesak pimpinan KPK untuk mengirimkan surat resmi yang menyatakan penolakan terhadap rencana pembahasan Revisi UU KPK oleh DPR RI. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK Agus Rahardjo berharap revisi Undang-Undang KPK tidak dilakukan sekarang. "Sebaiknya nanti saja saat IPK-nya sudah mencapai 50," kata Agus di kantornya pada Senin, 22 Februari 2016.

Menurut Agus, saat ini IPK (Indeks Persepsi Korupsi) di Indonesia baru mencapai angka 36. "IPK 50 itu nanti kalau tindak pidana korupsinya sudah sangat sedikit, Insya Allah," kata Agus. Ukuran itu, katanya, hanya sebatas saran dan masukan. Sebab, pemain utama dalam revisi ini adalah Presiden dan DPR. "Nanti beliau yang tentukan legislasinya," katanya.

Presiden Joko Widodo bersama DPR memutuskan menunda revisi UU KPK, yang menjadi polemik publik akhir-akhir ini. Agus mengatakan UU KPK memang belum sempurna. Revisi tetap perlu karena jika tak direvisi sama sekali, juga tidak benar. "Tapi masukan kami, sebaiknya yang direvisi bukan itu dan bukan sekarang," katanya.

Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman mengaku belum mengetahui perihal penundaan revisi UU KPK. Benny memastikan rapat paripurna tetap akan digelar DPR Selasa, 23 Februari 2016.

Menurut Benny, revisi UU KPK telah masuk prioritas Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2016. Sudah ada 8 fraksi yang setuju revisi UU KPK dilanjutkan. Revisi UU KPK yang diajukan mengatur tentang kewenangan KPK merekrut penyelidik dan penyidik independen. Syaratnya, penyelidik dan penyidik harus berpengalaman minimal dua tahun. KPK juga diberikan kerwenang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Selain itu, aturan baru mengatur soal Dewan Pengawas. KPK harus mendapatkan izin penyadapan dan penyitaan dari Dewan Pengawas. Presiden akan memilih langsung anggota dewan.

Mantan Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan aturan penyadapan sama dengan mengurangi kewenangan KPK. Menurut Indriyanto, penyadapan merupakan marwah KPK dalam membantu proses menemukan dua alat bukti.

Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan revisi UU KPK tak jelas tujuannya. Menurut dia, pemerintah seharusnya membuat kajian terlebih dahulu mengenai mekanisme kerja KPK. Setelah mengaudit, lalu berkonsultasi dengan ahli hukum. Jika tidak, revisi UU KPK bisa berdampak merusak sistem penegakan hukum.

VINDRY FLORENTIN

Berita terkait

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

11 jam lalu

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

Novel Baswedan, mengomentari proses pemilihan panitia seleksi atau Pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

14 jam lalu

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

Bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean disebut butuh waktu untuk beristirahat usai dilaporkan ke KPK

Baca Selengkapnya

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

17 jam lalu

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

KPK menjadwalkan pemanggilan Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy Hutahaean, untuk memberikan klarifikasi soal kejanggalan LHKPN

Baca Selengkapnya

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

19 jam lalu

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

Pemilihan Pansel KPK patut menjadi perhatian karena mereka bertugas mencari figur-figur komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

20 jam lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

22 jam lalu

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

Margaret Christina Yudhi Handayani Rampalodji, istri bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean menjelaskan asal-usul Rp 7 miliar.

Baca Selengkapnya

Penyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka

22 jam lalu

Penyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka

Penyitaan rumah dalam dugaan kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka. Apa landasan penyitaan aset tersangka korupsi?

Baca Selengkapnya

2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?

1 hari lalu

2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?

Windy Idol dan Nayunda Nabila Nizrinah terseret dalam dugaan kasus korupsi yang berbeda hingga diperiksa KPK. Apa sangkut pautnya?

Baca Selengkapnya

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

1 hari lalu

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

Pengacara eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy merasa heran kliennya diseret dalam kasus yang melibatkan perusahaan sang istri.

Baca Selengkapnya

KPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal

1 hari lalu

KPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal

KPK menjadwalkan pemanggilan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean pada Senin pekan depan.

Baca Selengkapnya