TEMPO.CO, Jakarta - Kendati revisi UU KPK ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan, agenda Rapat Paripurna DPR tetap berlangsung Selasa, 23 Februari. Ketua DPR Ade Komarudin menyatakan banyak rancangan undang-undang yang masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional.
Revisi Undang-Undang yang diprioritaskan di antaranya Undang-Undang Terorisme serta Undang-Undang Tax Amnesty, yang juga dibawa ke Istana untuk dibahas bersama Presiden Joko Widodo hari ini, Senin, 22 Februari 2016. "Undang-undang yang prioritas tetap kami bahas. Kami bertekad bisa produktif tahun ini," ujar Ade kepada pers di Istana Merdeka.
Pimpinan DPR memang bertemu Presiden di Istana untuk membahas kelanjutan revisi UU KPK. Hasil pertemuan Presiden Jokowi dan DPR sepakat pembahasan revisi undang-undang komisi antirasuah ditunda. Pertimbangannya, materi revisi UU KPK harus disempurnakan dan disosialisasikan kepada publik.
Ade melanjutkan, sejumlah rancangan undang-undang akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR. Dia berharap dalam waktu dekat Undang-Undang Terorisme dan Tax Amnesty sudah bisa dirampungkan.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan revisi UU KPK akan dibahas esok di Badan Musyawarah sebelum rapat paripurna. "Statusnya kan belum jelas, mau ditunda sampai kapan?"
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan revisi ditunda karena masih ada penolakan publik terkait dengan revisi. "Soal empat poin revisi masih perlu sosialisasi. Keberadaan badan pengawas, penyidik independen, penyadapan, semua perlu pematangan berpikir, perlu sosialisasi," katanya seusai rapat konsultasi antara Presiden dan pimpinan DPR di Kompleks Istana.
Yasonna mengatakan, karena opini publik sangat beragam dan tidak sedikit pihak yang menentang revisi, pemerintah dan DPR akan mengundang pihak-pihak yang tidak setuju untuk sosialisasi. Dalam sosialisasi itu, kata dia, pemerintah dan DPR akan menjelaskan bahwa revisi UU KPK tidak akan melemahkan KPK. "Jadi nanti pihak-pihak yang menyatakan revisi ini sama dengan pelemahan KPK akan diundang, tapi harus berbasis intelektual, tidak emosional. Kami lihat kepentingan yang lebih baik," ucapnya.