Ini Alasan Penundaan Revisi Undang-Undang KPK  

Reporter

Editor

Agung Sedayu

Senin, 22 Februari 2016 17:06 WIB

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ade Komarudin saat memberikan keterangan pers usai menggelar rapat dengan Pimpinan Fraksi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 18 Januari 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komaruddin menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ditunda. Penundaan itu, menurut Ade, agar tidak terjadi kegaduhan politik.

"Besok pengambilan keputusannya sampai semuanya jelas, sampai substansinya diketahui publik," kata Akom, sapaan akrab Ade, saat ditemui seusai rapat konsultasi bersama Presiden Joko Widodo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.

Akom juga mengatakan masyarakat memerlukan penjelasan yang komprehensif terkait dengan empat poin yang akan direvisi dalam UU KPK. "Sekarang kan simpang siur," tuturnya.

Akom pun mencontohkan, terkait dengan pemberian kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), masyarakat harus diberikan penjelasan agar menyetujui poin itu. "Tidak mungkin tidak ada SP3 karena itu melanggar HAM," katanya.

Selain membahas mengenai revisi UU KPK, Akom mengatakan pimpinan DPR bersama pimpinan fraksi, pimpinan Badan Legislasi, Ketua Komisi I, Ketua Komisi III, serta Ketua Komisi XI membahas mengenai 40 RUU dalam Prolegnas 2016 dengan Jokowi.

"Ada yang macet, satu menteri perlu perhatian, hambatannya, juga kami kasih tahu. Kami sepakat dengan pemerintah bahwa yang ada di depan mata adalah UU Tax Amnesty dan UU Terorisme," ujar politikus dari Partai Golkar itu.

Selain itu, menurut Akom, pimpinan dewan menyampaikan kepada Jokowi bahwa besok, dalam rapat paripurna, DPR akan mengesahkan UU terkait Tapera dan UU terkait garam. "JPSK juga. Alhamdulillah sekarang DPR lebih produktif. Saya dan pimpinan juga akan rapat Badan Musyawarah setelah paripurna," tutur Akom.

Rencananya, Selasa besok DPR akan memutuskan kelanjutan pembahasan revisi UU KPK dalam rapat paripurna. Sebelumnya, pada 10 Februari lalu, Badan Legislasi telah meminta pandangan mini-fraksi mengenai revisi UU tersebut. Dalam rapat itu, hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak revisi tersebut. Namun belakangan, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera juga menolak.

Sementara itu, dalam draf revisi UU KPK yang baru, terdapat empat poin yang akan direvisi, yakni terkait dengan penyadapan, Dewan Pengawas, penyelidik dan penyidik independen KPK, serta pemberian kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

ANGELINA ANJAR SAWITRI

Berita terkait

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

9 jam lalu

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan kenaikan tarif tidak boleh membebani mayoritas penumpang KRL

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

2 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

2 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

2 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

3 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

4 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

4 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

5 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

5 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

6 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya