Sudah Diuji Materi, Pasal 207 KUHP Tetap Ancam Pers

Reporter

Selasa, 9 Februari 2016 16:54 WIB

Seniman Pantomim, Wanggi Hoed melakukan aksi teatrikal bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), di Bandung, Jawa Barat, 3 Mei 2015. Aksi ini untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers Nawawi Bahrudin mengatakan masih ada amunisi untuk lembaga penegak hukum mengkriminalkan awak media. Salah satunya Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Pasal 207 ini kerap dipakai untuk memperkarakan pers yang terbiasa menyampaikan kritik tajam," ujarnya di kantor Aliansi Jurnalis Independen, Jakarta, Selasa, 9 Februari 2016.

Pasal 207 KUHP menyatakan barang siapa dengan sengaja di muka umum menghina suatu penguasa atau badan hukum akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan.

Pasal ini, salah satunya, digunakan untuk memperkarakan peneliti Indonesia Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar. Erwin diperkarakan akibat kritiknya terhadap polisi dalam acara Indonesia Lawyers Club, yang telah dinyatakan Dewan Pers sebagai produk jurnalistik. Adapun Erwin diadukan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.

Pasal 207 ini sempat diujimaterikan pada 2006. Mahkamah Konstitusi kemudian mengubah penggunaan Pasal 207 yang sebelumnya delik biasa menjadi delik aduan. Dengan kata lain, siapa pun bisa mengadu jika merasa telah dihina, tak terkecuali oleh pers.

Menurut Nawawi, pasal tersebut berbahaya bagi pers karena apa pun pendapat pers bisa dinyatakan sebagai hinaan. Selain itu, konteksnya cenderung luas sehingga pers pun bisa terseret meski kritiknya merupakan bagian dari hasil kerja jurnalistik. "Seharusnya Pasal 207 itu tidak digunakan untuk pers karena mekanismenya berbeda," tuturnya.

Stanley Adi Prasetyo dari Dewan Pers beranggapan sama. Menurut Stanley, Pasal 207 KUHP hanya bisa digunakan untuk hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Dalam kasus Erwin, kata ia, kritik yang diberikan justru mewakili kepentingan umum. "Kalau dikatakan membuat gaduh pernyataan itu, gaduhnya di mana?" ucapnya.

Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform, Erasmus Napitupulu, merasa Pasal 207 KUHP perlu diujimaterikan lagi. "Kalau dipakai terus untuk mengkriminalkan pers, mending UU Pers jadi pajangan saja," ujarnya.

ISTMAN MP

Berita terkait

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

20 jam lalu

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.

Baca Selengkapnya

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

3 hari lalu

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

Selama tujuh tahun terakhir, AMSI telah melahirkan sejumlah inovasi untuk membangun ekosistem media digital yang sehat dan berkualitas di Indonesia.

Baca Selengkapnya

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

3 hari lalu

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

AJI menilai kedua acara ini jadi momentum awal bagi jurnalis di Indonesia dan regional untuk mempererat solidaritas.

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

32 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

AJI Ternate Kecam Penganiayaan terhadap Jurnalis di Bacan

37 hari lalu

AJI Ternate Kecam Penganiayaan terhadap Jurnalis di Bacan

Kekerasan yang dilakukan anggota TNI Angkatan Laut itu merupakan bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik yang tidak sepatutnya terjadi.

Baca Selengkapnya

Indeks Keselamatan Jurnalis 2023: Ormas dan Polisi Paling Berpotensi Lakukan Kekerasan

37 hari lalu

Indeks Keselamatan Jurnalis 2023: Ormas dan Polisi Paling Berpotensi Lakukan Kekerasan

Ormas dan kepolisian dianggap paling berpotensi melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

Baca Selengkapnya

Respons AJI dan LBH Pers terhadap Perpres Publisher Rights yang Diteken Jokowi

22 Februari 2024

Respons AJI dan LBH Pers terhadap Perpres Publisher Rights yang Diteken Jokowi

AJI dan LBH Pers meminta Perpres Publisher Rights yang telah disahkan Presiden Jokowi dijalankan secara akuntabel.

Baca Selengkapnya

AJI dan Monash University Imbau Pentingnya Penghapusan Ujaran Kebencian di Masa Pemilu 2024

14 Februari 2024

AJI dan Monash University Imbau Pentingnya Penghapusan Ujaran Kebencian di Masa Pemilu 2024

Ujaran kebencian berpotensi memicu perselisihan sosial. Ujaran kebencian juga dapat berujung pada stigma, persekusi, dan kekerasan.

Baca Selengkapnya

Respons Ketua BEM UGM Soal 3 Pakar Hukum dan Sutradara Dirty Vote Dilaporkan ke Polisi

13 Februari 2024

Respons Ketua BEM UGM Soal 3 Pakar Hukum dan Sutradara Dirty Vote Dilaporkan ke Polisi

Ketua BEM UGM tanggapi pelaporan ke polisi terhadap sutradara dan 3 pakar hukum pemeran di film Dirty Vote. Ia khawatir terhadap kebebasan berpendapat

Baca Selengkapnya

Kasus Ujaran Kebencian Meningkat Terhadap Kelompok Minoritas Sepanjang Pemilu 2024

13 Februari 2024

Kasus Ujaran Kebencian Meningkat Terhadap Kelompok Minoritas Sepanjang Pemilu 2024

Ujaran kebencian terbanyak ditujukan terhadap kelompok Yahudi, disusul kelompok penyandang disabilitas.

Baca Selengkapnya