Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru di Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Zulkarnain, mengatakan revisi terhadap Undang-Undang KPK tidak perlu dilakukan, apalagi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. "Kalau untuk memperlemah, tidak usah dilakukan," kata Zulkarnain saat dihubungi Tempo, Selasa, 26 Januari 2016.
Ia mengatakan Undang-Undang KPK saat ini sudah cukup untuk melakukan penindakan dan pencegahan korupsi. Lebih penting dilakukan pembahasan untuk memperkuat operasional dan rencana strategi KPK. "Saya baca UU KPK masih cukup mewadahi KPK," ujar Zulkarnain.
Menurut Zulkarnain, pembahasan RUU KPK juga memiliki konsekuensi terhadap penggunaan anggaran yang besar. "Penggantian nomenklatur dalam sebuah undang-undang saja bisa berpengaruh dan biayanya besar."
Terkait dengan jaminan DPR berfokus pada empat poin revisi, menurut Zulkarnain, tidak ada yang dapat menjamin pembahasan akan keluar dari empat poin yang dibahas DPR. "Sejauh mana jaminannya dan siapa yang menjamin, masyarakat juga menyatakan itu tidak perlu," katanya. "Drafnya saja dari mana, pemerintah atau DPR."
Pembahasan mengenai revisi UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Perampasan Aset lebih penting dilakukan. "Ini yang lebih penting masuk Prolegnas, tapi kenapa malah UU KPK," kata Zulkarnain.
Dewan melalui sidang paripurna DPR menyepakati pembahasan RUU KPK dalam Prolegnas 2016. DPR memberi jaminan untuk membahas empat poin terkait dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), pengawasan KPK, izin penyadapan, dan penyidik independen. Ketua DPR Ade Komarudin menjamin pembahasan tidak akan keluar dari empat poin tersebut.