Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly saat mengikuti rapat koordinasi dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 25 Januari 2016. Rapat tersebut membahas penetapan Prolegnas Prioritas 2016 dan perubahan Prolegnas RUU 2015-2019. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berencana mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan draf perubahan itu akan segera diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas. "Dalam waktu dekat," kata Yasonna di kantornya, Jakarta, Selasa, 26 Januari 2016.
Rencana perubahan UU anti-terorisme kembali muncul setelah adanya teror di kawasan Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta. Perubahan dimaksudkan memperjelas langkah pemerintah dalam menghadapi terorisme. Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Franky Sompie mengatakan Kementerian tengah membahas isi UU yang akan direvisi. "Kemenkumham sedang membahas isi revisi UU anti-terorisme," ucapnya di kantornya, Jakarta, Selasa, 26 Januari 2016.
Menurut Ronny, revisi bertujuan memperjelas langkah pemerintah dalam menghadapi terorisme. Salah satunya sebagai landasan untuk mengambil sikap terhadap WNI yang terlibat ISIS di luar negeri.
Ronny berujar, selama ini, Direktorat Jenderal Imigrasi berwenang mencabut paspor warga yang terlibat kasus. Tujuannya, memudahkan pemeriksaan dokumen oleh badan hukum. Namun Kementerian Hukum perlu mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang memberikan jaminan bagi WNI supaya tak kehilangan haknya.
Selama menunggu revisi, Kementerian Hukum membantu upaya pencegahan terorisme, baik yang berkaitan dengan WNI yang terlibat ISIS maupun warga negara asing yang mengancam Indonesia. Kementerian akan bekerja sama dengan beberapa badan hukum, seperti Kepolisian RI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Kementerian juga memaksimalkan bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat, bintara pembina desa, serta kepala desa atau lurah untuk mengawasi orang asing di kabupaten dan kota.