Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X menerima keris Kanjeng Kyai Buntit peninggalan jaman penobatan Paku Alam III dan Paku Alam IV di bangsal Sewatama, Pura Pakualaman, Yogyakarta, 7 Januari 2016. Penyematan keris dilakukan oleh sesepuh keluarga Puro Pakualaman Romo Sedyo Utomo. TEMPO/Pius Erlangga
TEMPO.CO, Yogyakarta - Meskipun merupakan bagian dari kegiatan budaya, upacara jumenengan atau pengukuhan putra mahkota almarhum Paku Alam IX menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati (KGPAA) Paku Alam X tidak masuk dalam kegiatan yang menggunakan dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Tidak, karena jumenengan itu internal keraton. Begitu pula ketika sultan mantu,” kata Kepala Dinas Kebudayaan DIY Umar Priyono saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta, Selasa, 5 Januari 2016.
Bahkan proses dokumentasi kegiatan-kegiatan tradisi yang tidak saban waktu digelar itu juga tidak melibatkan Pemerintah Provinsi DIY. Itu sepenuhnya dilakukan panitia yang dibentuk keraton dan kadipaten.
“Enggak bisa, ini kan terkait paugeran. Kami tidak terlibat. Kalau urusan akademis, bisa saja,” ucap Umar. Selain jumenengan dan upacara pernikahan adat Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, upacara pemakaman jenazah sultan atau adipati yang wafat tidak masuk anggaran dana keistimewaan. “Kan, dana keistimewaan harus sudah dirancang dua tahun sebelumnya,” ujar Umar.
Meski demikian, Dinas Kebudayaan mencatatnya sebagai bagian dari kegiatan budaya yang penting. Mengingat Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman merupakan penanda budaya di Yogyakarta. “Kalau (kegiatan kebudayaan) itu lestari, keistimewaan di DIY bisa dipertahankan,” tutur Umar.
Dana keistimewaan DIY adalah uang negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai konsekuensi disahkannya Yogyakarta sebagai daerah istimewa.
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998
27 hari lalu
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998
Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.