Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko bersiap mengikuti uji makalah bersama Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 4 Desember 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko, mengatakan perlunya pengawas independen yang mengawasi kinerja KPK. "Saya sampaikan di paper (buatan saya), komite setuju ditunjuk presiden, terdiri dari masyarakat dan pemerintah. Terdiri dari 15 orang dan usulannya tak perlu lewat DPR," ujar Sujanarko saat ditemui setelah menjalani uji kepatutan dan kelayakan, di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 14 Desember 2015.
Sujanarko juga mengatakan setuju dengan langkah revisi Undang-Undang KPK. Kendati, ia menjelaskan fungsi pengawasan yang dimaksudkan dalam makalahnya, tidak harus melalui revisi UU KPK. "Sebetulnya kalau presiden mau pakai keputusan presiden juga bisa," katanya.
Sujanarko merupakan calon pimpinan KPK pertama yang diuji DPR. Dalam uji kepatutan dan kelayakan tersebut, tiap fraksi di DPR mengajukan pertanyaan kepada Sujanarko, setelah ia memaparkan materinya selama sepuluh menit.
Direktur pada Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi KPK ini juga mengatakan masih perlunya mempertajam tiga pilar utama KPK, yaitu penindakan, pencegahan, dan pendidikan masyarakat. Penindakan, menurutnya, jika tujuannya hanya hukuman, artinya tujuannya tak tercapai. "Jadi KPK tak hanya jadi pemadam kebakaran," ujarnya.
Beberapa anggota DPR mempertanyakan soal sikapnya tentang hak KPK untuk melakukan penyadapan dalam penyelidikan. Bambang Soesatyo dari Fraksi Golkar adalah salah satunya. Soal penyadapan ini adalah salah poin yang dibahas dalam revisi UU KPK. Dalam poin yang direvisi, KPK diharuskan mendapatkan izin ketua pengadilan untuk lakukan penyadapan.